Bappenas: Prevalensi Merokok Anak Bakal Terus Meningkat Tanpa Adanya Inovasi Aturan

Senin, 24 Agustus 2020 – 22:59 WIB
Ilustrasi rokok. Foto: Humas Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan bila intervensi pemerintah terhadap pengendalian tembakau sama seperti tahun sebelumnya dan tidak ada inovasi, maka diproyeksikan prevalensi merokok akan mengalami peningkatan menjadi 15,95% pada 2030. Artinya, target pemerintah untuk tujuan berkelanjutan pasti tidak tercapai.

Hal tersebut disampaikan Kasubdit SDM dan Pembiayaan Kesehatan Bappenas Renova Siahaan dalam diskusi bertema 'Harga Rokok Mahal Upaya Efektif Melindungi Remaja Menjadi Perokok'.

BACA JUGA: Kebijakan Cukai Rokok Harus Mengharmonisasikan Semua Kepentingan

“Kita bisa lihat bahwa merokok dimulai di usia yang sangat muda. Tentu ini menjadi awareness kita bersama bahwa anak-anak di Indonesia sudah merokok,” ujar Renova.

Renova menjelaskan sejatinya upaya pencegahan akses anak terhadap rokok sudah menjadi prioritas di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 lalu.

BACA JUGA: Bappenas Nilai Jakarta Paling Siap Longgarkan PSBB

Namun melihat pencapaiannya ternyata sangat jauh dari target yang diharapkan. Pada 2019, diharapkan prevalensi merokok anak usia 10 – 18 tahun sebesar 5,4%, namun yang terjadi mengalami peningkatan menjadi 9,1%.

Situsai tersebut dinilai Renova tidak sejalan dengan tujuan RPJMN 2020-2024 yang ingin menciptakan sumber daya manusia unggul dan menjadi tantangan yang besar bagi peningkatan sumber daya produktifitas manusia ke depan.

BACA JUGA: Merokok Sambil Minum Kopi Dobel Bahayanya Bagi Jantung!

“Kenapa sebenarnya konsumsi rokok di Indonesia itu tinggi? Terutama meningkat di kalangan anak-anak dan remaja. Jadi kalau kita lihat, faktanya harga rokok itu memang masih murah dan terjangkau,” tutur Renova.

Sementara, Direktur Eksekutif Yayasan Arek Lintang (ALIT) Indonesia Yuliati Umrah menyatakan saat ini anak-anak masih bisa mengakses rokok secara bebas dan terbuka. Padahal seharusnya seperti halnya obat dan alkohol, konsumsi rokok semestinya dikendalikan agar tidak menyasar anak-anak.

Menurut Yuliati, salah satu hal yang perlu dilakukan agar anak–anak tidak terpapar penyalahgunaan konsumsi rokok yakni meningkatkan edukasi manfaat dan bahaya produk tembakau.

Anak-anak harus tahu apa sesungguhnya manfaat dan bahaya produk tembakau, khususnya rokok. Dengan demikian, ia akan mampu mengukur risiko yang timbul.

“Kita juga perlu sepaham bahwa kondisi saat ini tidak boleh menggerus bonus demografi yang akan disumbang generasi saat ini. Oleh karenanya edukasi adalah kunci untuk mengatasi penyalahgunaan konsumsi dan merawat generasi,” jelas Yuliati.

Menurut Renova, salah satu tools untuk mengurangi keterjangkauan remaja terhadap rokok yakni melalui reformasi kebijakan fiskal yaitu kebijakan cukai.

Artinya kalau harga dinaikkan, tapi sistem cukai seperti saat ini, berpeluang pada tidak efektifnya kebijakan kenaikan cukai tadi maupun peluang penghindaran pajak.

Jadi di dalam RPJMN ini, menurunkan prevalensi merokok tidak hanya menyasar pada meningkatkan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, tetapi juga sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan ekonomi yang berkualitas.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler