Kebijakan Cukai Rokok Harus Mengharmonisasikan Semua Kepentingan

Minggu, 23 Agustus 2020 – 16:45 WIB
Diskusi bertajuk Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai yang digelar secara virtual. Foto source for jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah yang akan kembali menyesuaikan kembali tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2021 masih menjadi polemik.

Pasalnya hal tersebut berdampak untuk Industri Hasil Tembakau (IHT) dan para petani.

BACA JUGA: Sinergi Bea Cukai Magelang dan Pemkab Temanggung Kembangkan Industri Hasil Tembakau

Menanggapi hal ini, Bupati Temanggung M Al Khadziq menuturkan daerahnya sebagai penghasil tembakau, terdapat sekitar 55 ribu petani yang terdampak rencana kenaikan cukai tersebut.

Bahkan dia menyebut bulan ini petani masih menahan hasil panennya karena harga tembakau masih sangat rendah.

BACA JUGA: Simplifikasi Tarif Cukai Ancaman Bagi Sektor IHT, INDEF: Waspadai Naiknya Rokok Ilegal

"Saat ini Temanggung lagi panen, namun ini belum ramai, karena harganya belum memuaskan masyarakat karena harga tembakau di bawah harga ketentuan," katanya dalam Webinar Akurat Solusi, bertajuk 'Mengakhiri Polemik Kebijakan Cukai', Minggu (23/8).

Sementara, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Haryanto menilai apa yang diutarakan Bupati Temanggung sebenarnya mencerminkan banyak kepentingan.

BACA JUGA: Ivan Gunawan Kecewa dengan Ayu Ting Ting

Karena ada kepentingan kesehatan, ada kepentingan industri dan yang terkait. Dan dalam menerapkan tarif cukai ini tidak mudah karena selalu ada 4 pilar utama yang mendasarinya.

Empat pilar kebijakan cukai tersebut di antaranya, pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal.

Keempat pilar itu juga mencerminkan banyak kepentingan baik kesehatan, industri, pertanian, dan tenaga kerja.

Meski begitu, Kementerian Keuangan tetap menjaga agar semua kepentingan mampu diakomodir meski mengalami kesulitan.

Sedangkan, Satriya Wibawa, Peneliti Unpad Bandung, masih melihat celah dalam aturan kenaikan cukai pemerintah.

Dia melihat, belajar manfaat positif dari kenaikan cukai pada 2020 melalui PMK No 152 sifatnya hanya jangka pendek. Justru secara jangka panjang akan memberatkan.

"Tidak tercapainya tujuan pada aturan tersebut akan menimbulkan gejolak sosial yang besar. Karena yang terdampak adalah masyarakat menengah ke bawah. Lalu kemudian IHT adalah hal yang sangat kompleks sehingga kita tidak bisa mengabaikan bahwa harga di sini tidak sesuai dengan daya beli masyarakat. Karena konsumsi industri tembakau kita ya di dalam negeri bukan di luar negeri. Ini akan mengakibatkan pengurangan pekerja di beberapa industri," tegasnya.

Satriya berharap peta jalan atau road map Industri Hasil Tembakau ini disepakati bersama oleh pihak-pihak terkait, tanpa ada ego sektoral di tiap kementerian. Targetnya apa dan alatnya dipersiapkan bersama sehingga tahu apa yang menjadi tujuan dan prioritas.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti INDEF, juga menegaskan IHT adalah industri yang sangat strategis yang mempunyai mata rantai industri yang tidak sedikit. IHT juga selalu bersingunggan dengan berbagai kepentingan, dari petani sampai pemerintah, dan juga dari sisi kesehatan.

Dia juga menyoroti sektor hulu IHT yang juga semakin tertekan karena ada serangan dari tembakau impor.

Karena itu, dia berharap pemerintah lebih serius mengurusi industri ini karena di sisi lain, pemerintah juga menerima hasil yang cukup besar dari cukai ini.

"Untuk itu harus jelas mau dibawa kemana industri ini, jadi ini harus dibangun melalui roadmap," tandasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler