jpnn.com, JAKARTA - Bareskrim Polri didesak untuk segera memperjelas status hukum tiga orang yang diduga menyembunyikan tersangka kasus senjata api (senpi) ilegal, Dito Mahendra, selama pelarian sebelun ditangkap.
Menurut Guru Besar Hukum Pancasila Agus Surono, ketegasan status hukum itu diperlukan untuk menuntaskan kasus senpi ilegal Dito Mahendra.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Buru Sosok yang Bantu Pelarian Dito Mahendra
"Kalau ketiganya terbukti melakukan tindak pidana itu di Pasal 56 KUHP, yaitu mereka yang memberikan sarana atau kesempatan baik sebelum atau saat tindak pidana itu dilakukan," ujar kata Agus, dalam keterangannya, Senin (13/11).
Dia menjelaskan bahwa jika setelah tindak pidana dilakukan baru dikualifikasi sebagai obstruction of justice.
BACA JUGA: Buka Suara Soal Hubungannya Dengan Dito Mahendra, Nindy Ayunda: Sudah Jenguk
"Hal itu pun harus dipastikan apa perannya dan harus dipenuhi bukti yang cukup terkait apa yang dilakukan oleh ketiga orang tersebut," kata Agus.
Diketahui, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri masih mengusut pihak-pihak yang membantu tersangka kasus senpi ilegal Dito Mahendra.
BACA JUGA: Soal Kasus Dito Mahendra, Nindy Ayunda Bakal Dipanggil Lagi?
Dito sempat masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) seusai ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Sebelumnya, Direktur Tipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan bahwa ada tiga orang yang dicurigai terlibat membantu Dito Mahendra melarikan diri.
Namun, Djuhandani tidak menjelaskan apakah ketiga orang yang dimaksud satu di antaranya adalah Nindy Ayunda, artis yang juga kekasih Dito Mahendra.
"Ada beberapa orang yang kita curigai membantu saudara DM (Dito Mahendra) melarikan diri. Ada sekitar tiga orang yang saat ini masih dalam proses pengembangan," ujarnya di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (30/10/2023).
Nindy Ayunda sendiri sudah diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai saksi sebanyak dua kali, yaitu pada tanggal 26 Mei dan 31 Mei 2023.
Kembali ke Agus Surono, dia menjelaskan, tindakan obstruction of justice atau perintangan terhadap penyidikan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yaitu Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU No. 31 tahun 1999.
"Dalam Pasal 221 KUHP disebutkan pengertian obstruction of justice adalah suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang terbukti berupaya untuk menghalang-halangi suatu proses hukum," jelas Agus, Senin (13/11/2023).
Menurut dia, obstruction of justice dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melemahkan pembuktian agar tidak terjerat putusan tertentu.
"Secara normatif, tindakan ini sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya dalam KUHP dan hukum pidana khusus," ujarnya.
Dalam kasus Dito Mahendra, tegas Agus, jika ketiga orang yang diduga oleh Bareskrim Polri itu telah melakukan sesuatu yang menyebabkan terhalanginya proses hukum terhadap Dito, akan dikenakan pasal obstruction of justice. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh