Baru 8 Provinsi Laporkan Realisasi APBD

Jumat, 31 Agustus 2012 – 08:04 WIB
JAKARTA--Kepala Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) yang juga Ketua Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Kuntoro Mangkusubroto menyebutkan, dari total 33 provinsi, baru 8 provinsi yang melaporkan realisasi anggarannya. Sedangkan untuk tingkat kabupaten/kota, baru ada 100 yang melaporkan dari total 491. "Kesadaran daerah untuk melaporkan ini masih sangat rendah, harus ditingkatkan," ujarnya.

Kuntoro menyebut, delapan provinsi yang sudah melaporkan ke TEPPA adalah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kepulauan Riau. Rata-rata realisasi belanja selama semester I 2012 sebesar 44,8 persen. Dari total belanja tersebut, pos belanja modal hanya 2,45 persen dan sisanya adalah belanja barang dan belanja gaji pegawai.

"Khusus untuk belanja modal, realisasi penyerapan tertinggi di Jatim dengan angka 30 persen, sedangkan paling rendah Kepulauan Riau 7 persen," sebutnya.

Adapun untuk kabupaten/kota, realisasi belanja modal tertinggi dicapai Kabupaten OKU Selatan dengan 53,76 persen, dan terendah di Kabupaten Sumba Barat yang belanja modalnya masih 0 persen.

Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang juga anggota Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) Mardiasmo menambahkan, rendahnya realisasi belanja modal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak K/L/LN yang akan menumpuk belanjanya di akhir tahun. "Belanja dikebut di akhir tahun, jadinya tidak efektif. Ini tidak sehat," ujarnya.

Meski demikian, Mardiasmo mengakui, salah satu faktor utama rendahnya serapan belanja modal disebabkan revisi Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa yang berlarut-larut dan baru terbit pada akhir Juli 2012. "Mudah-mudahan, ke depan bisa lebih baik," ucapnya.

Apakah rendahnya belanja tersebut juga disebabkan oleh anggaran yang masih dibintangi atau diblokir oleh Kementerian Keuangan? Wakil Menteri Keuangan yang juga anggota TEPPA Anny Ratnawati mengatakan, dari total belanja APBN yang sebesar Rp 1.200 triliun, hanya 6 persen yang diblokir oleh Kementerian Keuangan dan 0,2 persen diblokir oleh DPR. "Jadi, porsinya kecil, tidak berpengaruh signifikan pada kinerja penyerapan," katanya.

Apalagi, lanjut Anny, kebanyakan anggaran yang masih diblokir terkait dengan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) seperti fasilitas kredit untuk alat utama sistem persenjataan (alutsista). "Selain itu, penyebab diblokirnya anggaran ini juga kebanyakanya disebabkan oleh mereka (instansi, Red) sendiri, karena syaratnya tidak lengkap," ujarnya.

Lalu, apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki kualitas penyerapan anggaran? Kuntoro mengatakan, TEPPA akan menjalankan tiga strategi. Pertama, akan mendorong Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan anggaran-anggaran yang diblokir maksimal sampai 31 Februari 2013. "Ini tentu juga tergantung instansinya, kalau tidak mau melengkapi syarat-syaratnya ya tidak bisa," ujarnya.

Ke dua, untuk pengadaan barang/jasa, TEPPA mendorong agar semua K/L/LN memiliki instrumen untuk mengendalikan penuh kegiatan belanja dan memulai proses pengadaan pada triwulan IV tahun sebelumnya. Misalnya, pengadaan tahun 2013, bisa mulai melakukan lelang pada triwulan IV 2012. "Lelangnya kan boleh duluan, tapi tanda tangan proyeknya nanti pada saat tahun anggaran berjalan," jelasnya.

Ketiga, khusus untuk daerah, TEPPA mendorong untuk menetapkan Perda tentang APBD dan APBD-P selambatnya pada Januari. Misalnya, APBD 2013, harus sudah diselesaikan maksimal 31 Januari 2013. "Daerah yang sudah berhasil memperbaiki kegiatan penyerapan anggaran adalah Aceh. Saya menganjurkan agar daerah-daerah lain bersedia belajar ke Aceh," katanya. (owi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Curiga Lembaga Negara Berkonspirasi Hambat Komnas HAM Baru

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler