Baru Lima Provinsi Anggaran Pendidikan 20 Persen

Kamis, 02 Februari 2012 – 09:10 WIB

JAKARTA--Kebijakan agar APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah) memberikan porsi 20 persen untuk pos pendidikan tampaknya tidak lebih dari pepesan kosong. Buktinya, hingga tahun ini provinsi yang benar-benar menjalankan amanat undang-undang itu bisa dihitung dengan jari. Sisanya, habis dimakan pembayaran gaji pegawai.

Data yang diperoleh Jawa Pos (Group JPNN) dari salah satu kementerian, menunjukkan baru lima provinsi yang anggaran pendidikannya sudah 20 persen. Kelima provinsi itu adalah DKI Jakarta sebesar 22,51 persen, Lampung 21,76 persen, Riau 20,21 persen, Kalimantan Tengah 20 persen, dan Jawa Tengah 21,14 persen.

Sedangkan alokasi terendah ada pada Provinsi Maluku Utara yang hanya 4,7 persen. Jawa Timur sendiri, juga belum mampu mencapai 20 persen anggaran pendidikan karena hanya mencapai 12 persen. Rata-rata, yang belum mencapai amanat undang-undang itu hanya menyisahkan 30 persen anggaran untuk pos penting.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak mengelak dari data yang dimiliki koran ini. Kepada Jawa Pos, dia menyebut memang seperti itu wajah anggaran di Indonesia. "Kalau kabupaten kota yang sudah mencukupi memang banyak. Tapi, untuk provinsi memang beberapa," ujarnya.

Dia enggan menyebut detail mana saja daerah yang alokasi anggaran untuk pendidikannya masih sangat rendah. Yang pasti, daerah dengan alokasi rendah itu tergerus oleh pembiayaan gaji pegawai. Tidak tanggung-tanggung, belanja gaji pegawai mencapai 60 - 70 persen. "Tidak mungkin sisa 30 - 40 persen bisa memenuhi amanat undang-undang," terangnya.

Kementeriannya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kemendagri hanya bisa pasrah karena tidak semua daerah memiliki kapasitas fiskal yang baik. Apa karena masih masa transisi menuju otonomi daerah" Menurutnya bukan karena itu. Sebab, sampai kapan akan masuk dalam masa transisi.

Pria yang akrab disapa Donny itu mengatakan ada banyak hal rumit yang harus dilakukan untuk bisa mencapai amanat undang-undang. Jelas, itu semua akan memakan waktu yang cukup lama lagi. Menurutnya, ada baiknya daerah bisa mengubah kebijakan untuk merealokasi sebagian dana penyesuaian ke dana desentralisasi dalam bentuk DAU.

Nah, gara-gara itu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendikbud) menjadi cemas dengan banyaknya daerah yang menetapkan anggaran pendidikan kurang dari 20 perseb. Dengan kondisi ini, keuangan pemerintah pusat dikhawatirkan bisa tekor. "Saya akan segera kordinasi dengan Mendagri secepatnya," ujar Mendikbud Mohammad Nuh.

Dalam kordinasi itu, nanti pihaknya akan melototi daerah-daerah yang menetapkan anggaran pendidikan kurang dari 20 persen. Setelah itu, langsung diinformasikan ke publik secara luas. Diharapkan cara itu bisa menjadi sentilan bagi petinggi daerah untuk serius menjalankan amanat UU untuk serius dibidang pendidikan.

"Jika ada yang kurang dari 20 persen sudah jelas melanggar amanat undang-undang. Harus dirubah," kata dia. Sayangnya, Nuh mengatakan Kemendikbud belum memiliki intervensi yang kuat untuk mengawal penetapan anggaran pendidikan di daerah minimal 20 persen. Katanya, hanya Kemendagri yang memiliki kekuatan untuk mengawal target.

Nuh sendiri mengaku juga belum bisa memberikan sanksi yang tegas kepada dearah-daerah yang tidak mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD. Dia mengatakan, banyak faktor yang harus didalami. Diantaranya adalah, penyebab kenapa masih tinggi daerah yang belum memenuhi postur anggaran itu.

"Jangan-jangan memang saat ini masih masa transasi. Jadi boleh mengalokasi anggaran pendidikan kurang dari 20 persen," ujar mantan Menkominfo itu. Untuk memastikannya, dia akan menyakan langsung ke Mendagri Gamawan Fauzi.

Di tengah banyaknya daerah yang belum menyiapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen, mengancam postur anggaran pemerintah pusat. Sejatinya, anggaran pendidikan daerah dialokasikan untuk membangun pendidikan dasar. Dengan minimnya anggaran pendidikan tadi, saat ini banyak infrastruktur pendidikan dasar, mulai tingkat SD hingga SMP yang memprihatinkan.

Ujung-ujungnya, pemerintah pusat turun untuk intervensi. Untuk urusan perbaikan sarana pendidikan mulai dari dasar hingga menegah, Kemendikbud menjalankan program rehap sekolah rusak serta pengadaan ruang kelas baru.

Anggota Komisi X (membidangi pendidikan) DPR Deddi Gumelar mencontohkan, anggaran pendidikan di daplinya, Provinsi Banten hanya 9 persen. "Jauh dari ambang batas 20 persen," katanya. Akibatnya, ada sekolah roboh tertiup angin puting beliung hingga fenomena siswa sekolah meniti jembatan hampir putus untuk masuk sekolah.

Dia berharap, gubernur-gubernur hingga walikota dan bupati yang tidak mengalokasikan anggaran pendidikan minimal 20 persen dilaporkan ke presiden. Dia menyebut, negara ini terlalu gegabah mengotonomikan dunia pendidikan. (dim/wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Ada SMA yang Di-blacklist


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler