Baru Sadar, Indonesia Jauh Lebih Tahan Siksa Bencana

Selasa, 06 November 2012 – 21:58 WIB

SUNGGUH
, saya sangat bersedih. Begitu Singapore Airline SQ-26 yang saya tumpangi mendarat di John F Kennedy Airport, New York, AS, disambut dengan berita yang amat memilukan. ING New York Marathon 2012 dibatalkan. Gedubrak! Jantung saya nyaris copot...

Hampir tak percaya! Sambil menuju ruang antrean imigrasi, saya terus mencari tahu, betulkah kabar yang bagi saya mirip serangan badai lanjutan, Hurricane Sandy itu? Saya masih belum percaya, saya anggap itu kabar burung, yang cukup masuk telinga kiri, keluar telinga kanan. Itu mirip-mirip BBM hoax dan akun twitter yang hobinya mengacau politisi di Indonesia.

Pertama, tidak mungkin, reputasi organizer New York Road Runners (NYRR), yang sudah berpengalaman kelas dunia sejak 1970, dipertaruhkan? Jumlah peserta sudah hampir menembus 50.000 pelari, baik profesional, amatir, maupun penggembira. Jelek-jelek, saya juga sudah sebulan mempersiapkan diri ikut running 42.195 kilometer itu.

Beranikah NYRR mengecewakan 50 ribu pelari? Yang 30 ribuan berasal dari luar kota New York? Yang diikuti lebih dari 130 negara? Yang sebagian besar sudah dua tiga hari bermukim di lima borough di NY City, yakni di The Bronx, Brooklyn, Manhattan, Queens, dan Staten Island? Termasuk pelari-pelari Indonesia yang sudah sejak Kamis, (H-3) sudah menjajal track dari start line di Staten Island sampai finish di Central Park?
 
Kedua, jarak waktu "mega storm" Sandy dengan pelaksanaan NY Marathon ini kan cukup waktu? Dari 29 Oktober sampai 4 November 2012? Tujuh hari, itu waktu yang sangat cukup untuk recovery dan restorasi area publik di pusat perdagangan dunia itu. Apalagi, badai Sandi itu sudah bisa dihitung, dikalkulasi, dan diperkirakan oleh badan metreologi-nya AS jauh hari sebelum "tamu tak diundang" bernama Sandy itu mengetuk pintu.

:TERKAIT Di atas kertas, dengan segala kehebatan, kecanggihan, dan teknologi AS, seharusnya "tidak manja", apalagi "putus asa". Bayangan saya, tidak mungkin dicancel hanya dari alasan pasca bencana? Reputasi pemerintah Barack Obama, dalam kecepatan recovery post superstorm Sandy di AS juga dipertaruhkan. Apalagi Presiden Obama sendiri sudah berjanji kepada korban Sandy: "Your country will be there for you."

Ketiga, kalau alasannya soal listrik, soal power, soal generator yang kemasukan air dan kabel yang tidak berfungsi karena tertimpa pohon? Masak kalah canggih dengan PLN Indonesia? Masak seminggu nggak selesai? Coba kalau itu terjadi di Jakarta? Bukan hanya Dirut PLN yang harus turun, tapi Presiden SBY bisa jadi didemo untuk mundur!

Tiga alasan itu, membuat saya berkesimpulan, tidak mungkin dicancel? Belum lagi urusan kekecewaan peserta yang jauh-jauh terbang ke New York, mengeluarkan duit untuk menginap di hotel? "Sumpah mati mas! New York Marathon tetap cancel. Saya sebagai perwakilan Indonesia, yang menjadi partner event ini sudah diinformasikan secara lisan di stand pameran Wonderful Indonesia di Jacob Javits Convention Center (JJCC)," ujar Nia Niscaya, Direktur Pemasaran Luar Negeri Kemenparekraf RI.

Nia Niscaya yang mewakili Menparekraf Mari Elka Pangestu dan Wamen Sapta Nirwandar pun shock. Dia juga baru tahu, ketika sudah menginjakkan kaki di New York. Saat transit di Frankfurt, Jerman, selama dua jam dua puluh menit dan transit di Changi, Singapore 2 jam, belum ada info pembatalan itu. "Ya, mau gimana lagi? Kita maksimalkan promosi Indonesia selama berada di New York, kita harus pintar-pintar," ungkap jebolan FH Unair Surabaya itu.

Betul-betul saya baru sadar, bahwa orang-orang Indonesia ternyata jauh lebih tahan banting, dan lebih tabah menghadapi "cubitan" Tuhan yang bernama "bencana alam." Fasilitas publik jauh lebih cepat dibandingkan dengan di AS sekalipun. Terlepas dari faktor alam seperti cuaca, suhu yang sampai 2 derajad Celcius, yang membuat pedih di mata dan kering di kulit.

Apalagi kalau melihat alasan paling fundamental, mengapa New York Marathon itu dicancel? Seperti yang diumumkan Walikota New York, Michael Bloomberg dan Direktur Marathon, Mary Wittenberg. Mereka menyebut,  warganya protes. Mereka mengancam akan mengacaukan marathon legendaris dunia itu. Mereka akan demo di start line, mereka akan memblokir mill ke-26,2. Mereka mengecam, pesta olahraga lari jarak jauh itu sebagai acara hura-hura yang tidak berempati pada mereka yang sedang dirundung nestapa bencana.

Kedengarannya lebai, memang. Tetapi, ya mungkin begitulah, semakin maju sebuah negara, semakin kuat civil society. Semakin besar penghargaan terhadap hak-hak publik, dan hak-hak warga negara untuk diperlakukan secara manusiawi. Negara harus punya prioritas dan komitmen.

Mereka belum 100 persen dapat aliran listrik! Listrik mati tiga jam seperti di Kalsel dan Kalteng saja, gempanya sudah sampai Jakarta? Listrik mati di Medan sejam saja, tsunaminya sudah mengguncang ibu kota? Coba, bandingkan kerja PLN kita dengan di New York? Saya ---mohon maaf--- harus bangga dengan kinerja PLN kita, terlepas dari aneka problematika yang rumit.

Atas tekanan dan desakan demonstran itu, yang jumlahnya tidak seberapa, yang hanya bermain opini di on line, harus mengorbankan even tahunan yang terbesar di dunia? Kalaupun ada boikot, demo, kan bisa dikendalikan dan dipersuasi oleh pemerintah? Kalau nekat, kan ada NYPD? New York Police Department yang hebat itu? Toh tidak semua warga NY yang sensi?

Soal solidaritas korban bencana kan juga bisa dirancang charity di momen NY Marathon itu? Kegiatan amal yang simpatik? Memang, dari 102 korban tewas akibat badai yang menghantam East Coast itu, 41 diantaranya di New York City. Dan separohnya berasal dari Staten Island. Di lokasi start line marathon itulah korban paling banyak. Tetapi, apakah mereka tidak bisa diajak berkompromi? (dk/bersambung)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bad Romance Macet di Jakarta, Lancar di Singapore

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler