jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menyampaikan syukur kehadirat Tuhan Yang Mahaesa, dan terima kasih kepada semua kader dan simpatisan PDIP.
Pasalnya, di usia 48 tahun PDI Perjuangan mampu melewati berbagai ujian sejarah.
BACA JUGA: HUT Ke-48 PDIP: Wujudkan Indonesia Berkepribadian Dalam Kebudayaan
Dinamika dan dialektika politik di tanah air telah mencetak PDI Perjuangan sebagai partai politik yang lebih dewasa dan kukuh dalam menjaga negara Pancasila dan merawat kebinekaan.
"Saya sebagai unsur pimpinan MPR RI dan sebagai salah seorang ketua PDI Perjuangan mengucapkan terima kasih kepada setiap kader dan semua unsur masyarakat yang masih setia, bersimpati dan memberi kepercayaan pada perjuangan partai kami," ungkap Basarah di sela-sela peringatan acara menanam pohon di daerah aliran sungai Kecamatan Senen, Jakarta Pusat, dalam rangka HUT Ke-48 PDI Perjuangan, Minggu (10/1).
BACA JUGA: HUT PDIP, Megawati Perintahkan Kadernya di Seluruh Daerah Terjun Bersihkan Sungai
Menurut Basarah, sejarah PDI Perjuangan tidak dapat dilepaskan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Bung Karno di Bandung, Jawa Barat, 4 Juli 1927.
Ia menambahkan dalam dinamika politik di bawah rezim Orde Baru, pada 10 Januari 1973, lima parpol sepakat melebur menjadi satu bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan berkantor di Sekretariat PNI, Jalan Salemba Raya 73, Jakarta.
BACA JUGA: Pesan Penting Ahmad Basarah MPR Saat Berada di Markas Besar TNI
Deklarasi ini ditandatangani wakil kelima partai, yaitu MH Isnaeni dan Abdul Madjid (PNI), A. Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo), Beng Mang Rey Say dan FX Wignyosumarsono (Partai Katolik), S. Murbantoko R. J. Pakan dan Achmad Sukarmadidjaja (Partai Murba), dan Drs. M. Sadri (IPKI).
"Setelah rezim Soeharto jatuh 1998, kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri makin kuat, sekali pun pemerintah masih tetap mengakui PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan Buttu Hutapea," kata ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR itu.
Dia menegaskan bahwa Megawati Soekarnoputri kemudian mengubah nama PDI menjadi PDI Perjuangan pada 1 Februari 1999, agar dapat mengikuti Pemilu 1999.
"Sejarah inilah yang tak boleh dilupakan terutama harus diketahui oleh generasi milenial yang tak mengalami sejarah ini secara langsung," jelasnya.
Selama ia menjadi aktivis PDI Perjuangan, Basarah menilai partai yang digelutinya itu makin dewasa dalam mengawal ideologi Pancasila seraya merawat kebinekaan demi menjaga keutuhan NKRI.
Bukti nyata bahwa PDI Perjuangan konsisten mengawal kesepakatan para pendiri bangsa itu terlihat dari sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri saat menjadi presiden. Dilanjutkan dengan Joko Widodo yang menjadi presiden dari unsur kader PDI Perjuangan.
"Partai kami selalu mengawal kebijakan yang mereka keluarkan agar tetap berada dalam kredo negara Pancasila. Tugas tersebut adalah amanat para pendiri bangsa dalam Pancasila yang harus kami jaga dan laksanakan," jelas mantan aktivis GMNI itu.
Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu menambahkan, partainya menyadari sepenuhnya bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam.
Namun demikian, PDI Perjuangan juga melihat bahwa rakyat negeri ini tidak hanya dihuni oleh umat Islam, tetapi sangat beragam dari aspek suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Karena itu, katanya, PDI Perjuangan yang punya akar historis kuat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan merupakan fusi bersama empat parpol lainnya yang telah disebutkan, tidak mungkin melepaskan diri dari nasionalisme yang mereka perjuangkan.
"Di tengah menjaga dan menyuburkan nasionalisme itu, partai kami juga konsisten merawat spiritualisme bangsa sesuai sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Mahaesa," ungkapnya.
Dalam konteks itulah, Basarah membantah tuduhan sebagian kalangan bahwa PDI Perjuangan dan pemerintahan Jokowi saat ini anti-Islam, melakukan kriminalisasi ulama, atau lebih keji lagi pro Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dia menegaskan kalau tuduhan jahat mereka benar, tidak mungkin di usia Republik Indonesia yang masih muda Presiden Soekarno mendirikan Masjid Istiqlal. Lalu, kata dia, setelah 42 tahun masjid itu berdiri, untuk kali pertama justru direnovasi oleh Presiden Jokowi.
"Direnovasinya Masjid Istiqlal secara besar-besaran dengan dana di atas setengah triliun rupiah di era kepemimpinan Presiden Jokowi ini seharusnya membuka mata dan telinga rakyat Indonesia bahwa tidak benar tuduhan orang selama ini bahwa partai kami dan pemerintahan Jokowi anti-Islam," katanya.
Basarah lantas menyodorkan bukti PDI Perjuangan mengawal kebijakan Presiden Jokowi agar selaras dengan arah kebijakan para pendiri bangsa yang menjadikan Nasionalisme dan Islam dalam satu tarikan napas.
Menurut dia, pada 2020 lalu, Presiden Jokowi menggelontorkan dana program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk pesantren sebesar Rp 2,6 triliun.
Dana dalam bentuk bantuan operasional pendidikan (BOP) itu digelontorkan untuk membantu 21.173 pesantren, 62.153 lembaga Madrasah Diniyah Takmiliyah, serta 112.008 Lembaga Pendidikan Alquran agar mereka dapat memasuki masa adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, wakil ketua Lazisnu PBNU ini mengajak semua pihak di tengah perayaan ulang tahun PDI Perjuangan kali ini untuk berhenti menyebar berita hoaks tentang partainya dan Presiden Jokowi yang anti-Islam dan mendukung bangkitnya PKI di negeri ini.
"Negeri ini berhasil kita rebut dari tangan kolonialisme karena kita bersatu tanpa membeda-bedakan suku, agama, etnis ataupun antargolongan. Maka hanya dengan persatuan seluruh elemen bangsa Indonesia saat ini, pembangunan bangsa Indonesia dapat kita optimalkan, terutama dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini," tuntasnya. (*/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Boy