"Kami sampaikan dengan tegas dan penuh keberanian, bahwa kami dari tim advokasi menemukan beberapa fakta atau catatan dari segi kualitas dan kuantitas," ujar anggota tim advokasi Foke-Nara, Dasril Affandi di kantornya di Jalan Diponegoro 61, Jakarta Pusat, Rabu (3/10).
Salah satu yang menjadi catatan tim Foke-Nara adalah kinerja KPU DKI sebagai penyelenggara Pemilukada. Dasril menilai KPU DKI Jakarta tidak profesional dan lalai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Dasril, kerja yang tidak profesional terlihat dalam seluruh tahapan pemilukada.
"Dimulai dari penyusunan DPT, pendaftaran pasangan calon, verifikasi syarat pasangan calon, penetapan pasangan calon, sosialisasi, kampanye, audit dana kampanye, dan pelaksanaan pemungutan suara. Kami menganggap ada kelalaian dari pihak KPUD," papar Dasril.
Selain itu perundang-undangan terkait pilkada DKI juga dinilai ketinggalan jaman dan usang. Menurut Dasril, banyak hal-hal penting yang tidak diatur dalam perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menyebabkan terjadinya 'recht vacum' atau kekosongan peraturan.
"Contohnya tidak ada regulasi tentang dana kampanye putaran kedua, iklan atau informasi melalui media sosial yang tidak dapat difilter. Tidak ada kontrol atas social media sehingga sedikit banyak itu dapat mempengaruhi warga dalam memilih," ucap Dasril.
Kecurangan pihak pasangan calon juga mendapat sorotan tim Foke-Nara. Diantaranya, temuan joki yang menggunakan surat undangan milik orang lain, serta modus money politic menggunakan foto dan sobekan surat suara sebagai bukti.
Sementara itu Ketua Tim Advokasi Foke-Nara, Zamakh Sari mengatakan bahwa awalnya catatan-catatan ini akan digunakan untuk menggugat ke MK. Namun, gugatan hasil pilkada DKI ke MK itu urung dilakukan.
"Namun, bila ada perseorangan yang mengugat hasil pemilukada ke MK, kami tidak bertanggung jawab atas langkah-langkah tersebut," imbuh Zamakh. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Priyo: Dulu, Golkar Banjir Dukungan PNS
Redaktur : Tim Redaksi