jpnn.com, YAPEN - Pilkada Kabupaten Yapen 2017 memunculkan masalah baru.
Pasalnya, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kepulauan Yapen mendiskualifikasi pasangan nomor urut satu Tonny Tesar-Frans Senandi.
BACA JUGA: Catatan Prof Djo seputar Pilkada Serentak 2017
Pasangan nomor urut satu itu didiskualifikasi karena dianggap melakukan pelanggaran setelah memobilisasi massa yang bukan warga setempat untuk mencoblos.
Padahal, peluang pasangan petahana yang diusung salah satunya oleh Partai Demokrat tersebut memenangi pilkada cukup besar.
BACA JUGA: DPR Harus Segera Uji Calon Komisioner KPU-Bawaslu
Sebab, mereka unggul dalam pencoblosan 15 Februari 2017 lalu.
Rekomendasi juga dipermasalahkan karena dikeluarkan sebelum penghitungan hasil PSU dilakukan.
BACA JUGA: DPD Kecewa dengan Cara Penanganan Pelanggaran Pilkada
Sebelumnya, Pilkada Kabupaten Kepulauan Yapen juga sudah diwarnai masalah.
Pasalnya, ada pemungutan ulang di 25 kampung di Distrik Yapen Barat dan satu kampung di Distrik Wonawa pada 10 Maret 2017 lalu..
Pasangan nomor urut lima Benyamin Arisoy-Nathan Bonai selaku pihak yang melapor adanya mobilisasi turut mengadukan persoalan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Sejumlah saksi kemudian dihadirkan guna memperkuat keterangan masing-masing pihak.
Tonny Tesar-Frans Senandi sendiri mendatangkan Saul Ayomi, calon wakil bupati dari pasangan nomor urut enam.
Saul dengan tegas membantah adanya pengerahan massa oleh pasangan nomor urut satu ketika pemungutan ulang.
"PSU yang dilakukan di Yapen Barat dan distrik Wonawa itu tidak ada mobilisasi massa. Saya tekankan itu karena saya selaku calon wakil bupati pasangan nomor enam, punya timses di kampung lokasi PSU ini, dan mereka menyampaikan bahwa tidak ada mobilisasi massa yang dilakukan oleh paslon mana pun," ujar Saul dalam keterangam tertulisnya, Selasa (21/3).
Dia menambahkan, pengerahan massa dari luar untuk memilih pasangan calon tertentu juga bakal percuma.
Sebab, berdasarkan laporan, pencoblosan hanya bisa dilakukan orang-orang yang tercantum pada daftar pemilih tetap (DPT).
Artinya, warga atau orang luar yang datang hanya membawa formulir C6 untuk mencoblos pasti dilarang.
"Jadi masyarakat kalau ada nama di DPT itu dipanggil maju dan memilih, kalau tidak ada tidak memilih. Itu yang terjadi di sana," kata dia.
Saul meminta Bawaslu mengambil tindakan atas dugaan keteledoran jajaran Panwaslu Kabupaten Kepulauan Yapen dalam mengambil keputusan.
Dia juga berharap Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengambil alih penyelenggaraan pemilu di wilayah tersebut.
Sebab, ada dugaan konflik kepentingan antara ketua KPU provinsi dengan pasangan calon nomor urut lima yang merupakan keluarga kandung.
"Saya ditanya sama Ketua Bawaslu Pak Muhammad, 'Kenapa kamu menjadi saksi bagi pasangan nomor satu. Kamu kan paslon nomor enam?', saya bilang, 'Kalau ini demi penegakan hukum, demi keadilan. Benar katakan benar, salah katakan salah'. Jangan hanya demi kemenangan pilkada kita menghalalkan segala cara," tandas Saul. (mam)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berharap Pilkada DKI Putaran Kedua Tetap Kondusif
Redaktur & Reporter : Ragil