Batas Minimal Luas Rumah Untungkan Masyarakat

Rabu, 18 April 2012 – 05:20 WIB

JAKARTA - Pembangunan rumah tipe 36 yang diamanatkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), dianggap membantu penyediaan rumah layak huni bagi masyaralat. Demikian disampaikan saksi ahli dari pemerintah, Aca Sugandhy saat Sidang Uji Materill (Judicial Review) tentang Pasal 22 ayat (3) UU PKP  di Mahkamah Konstitusi, Selasa (17/4).

“Rumah tipe 36 membantu masyarakat tinggal di rumah yang sesuai standar minimal WHO tentang luas lantai per orang serta menjamin kepastian hukum, menjamin aspek kesehatan, sosial, lingkungan dan keseimbangan ruang gerak anggota penghuninya,” ujarnya Aca.

Mantan Ketua Masyarakat Peduli Perumahan dan Permukiman Indonesia (MP3I) itu menjelaskan, sesuai standar WHO tentang rumah layak huni yang sehat, maka ukuran luas rumah dibanding dengan penghuninya adalah 9 meter persegi per orang. Dengan asumsi setiap rumah terdiri dari empat anggota keluarga, yakni suami, istri dan dua anak maka luas lantai rumah adalah 36 meter2.  “Jadi ketentuan luas lantai rumah tunggal minimal 36 meter persegi,” ujarnya.

Sementara rumah yang dibangun di bawah tipe 36,  kebanyakan tidak dihuni dan hanya menjadi ajang spekulasi harga tanah maupun bangunan. Karenanya, kata Aca, dengan pertimbangan rasa keadilan maka  istilah rumah sangat sederhana (RSH) berubah menjadi rumah sejahtera, baik untuk jenis rumah tapak maupun rumah susun.

Sementara mantan Menteri Perumahan Rakyat Yusuf Asy’ari yang juga hadir dalam sidang tersebut menyatakan, penetapan luas lantai per orang  sebagai kebijakan yang kurang tepat. "Karena akan mempersulit kaum duafa memiliki rumah yang layak huni,” ujarnya.

Meski demikian dia menganjurkan agar program rumah bagi masyarakat ini dilanjutkan kembali. Jika peraturan tersebut tidak dapat diubah lagi, maka setidaknya MK bisa memberikan tenggang waktu atau masa transisi sehingga rumah di bawah tipe 36 meter persegi yang dibangun para pengembang bisa terjual.

"Kalau tidak ada masa tenggang dalam pelaksanaan pasal ini, dikhawatirkan ada kerugian nasional di sektor perumahan. Paling tidak penundaannya minimal lima tahun," tandasnya.

Sebelumnya Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menggugat Pasal 22 ayat (3) UU PKP yang mengatur pembatasan luas rumah minimal 36 meter persegi. Menurut APERSI, ketentuan itu melanggar UUD 1945 karena menyulitkan warga negara untuk mendapat rumah hunian yang layak sesuai kemampuan keuangan. (Esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Blokir Dana Sebabkan Penyerapan Anggaran Tersendat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler