Batu Bara Mengilap, Emiten Pertambangan Kerek Indeks

Rabu, 03 Agustus 2016 – 07:17 WIB
Ilustrasi. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Indeks sektor pertambangan menjadi raja dalam perdagangan Selasa (2/8) kemarin. Harga saham pertambangan mencetak pertumbuhan 49,16 persen sejak awal tahun hingga kemarin.

Hal itu membuat indeks sektor pertambangan mengalami kenaikan paling tinggi dibandingkan sembilan indeks saham sektor lain di Bursa Efek Indonesia. Kemarin indeks sektor tambang yang dihuni 43 emiten kembali menguat 1,20 persen.

BACA JUGA: Semester I, Total Volume Penjualan Semen Indonesia Terus Menanjak

Angka itu hanya kalah dari indeks sektor industri dasar dan kimia yang dihuni 63 perusahaan dengan penguatan 1,94 persen. IHSG kemarin ditutup menguat 11,747 poin ke level 5.373,323.

Sejak awal tahun, indeks sektor pertambangan memberikan return tertinggi jika dibandingkan dengan indeks sektor lain. Di tempat kedua, ada indeks saham sektor aneka industri dengan kenaikan 26,14 persen pada periode sama.

BACA JUGA: Dapat Lampu Hijau, AP II Pastikan Terminal 3 Beroperasi 9 Agustus

IHSG secara year to date menguat 16,99 persen. Tim riset PT Mandiri Sekuritas mengapresiasi saham-saham di sektor pertambangan seiring dengan mulai menguatnya harga komoditas batu bara.

”Saham batu bara Indonesia dan Tiongkok bereaksi positif karena rencana pemerintahan Tiongkok memangkas produksi batu bara dengan membatasi hari operasional pertambangan dari 330 hari menjadi 276 hari per tahun,” jelasnya.

BACA JUGA: ASBISINDO Siap Lahirkan SDM Perbankan Syariah

Harga batu bara Newcastle naik dengan tutup di harga USD 60 per ton pada pertengahan Juli 2016. Artinya, terjadi penguatan 14 persen secara year to date. PT Mandiri Sekuritas meyakini euforia dari kelanjutan pemangkasan produksi batu bara di Tiongkok mendorong kinerja ekspor batu bara Indonesia.

Di dalam negeri, harga acuan batubara (HAB) kandungan 6.322 kkal/kg sepanjang semester pertama 2016 mencapai USD 51,85 per ton. Level tertinggi berada di periode Januari USD 53,20 per ton. H

AB adalah rata-rata empat indeks batu bara global, yakni Indonesia Coal Index, Platts59 Index, New Castle Export Index, dan New Castle Global Coal Index.

Direktur Keuangan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) David Tendean mengakui, harga produk yang dihasilkan perseroan naik 20 persen sejak awal tahun. Saat ini harganya berkisar USD 60 per ton.

’’Kami lihat harga batu bara sudah bottom (di titik terendah, Red) dan sekarang mulai rebound. Meski demikian, kami berharap rebound tidak terlalu kuat,” ungkapnya.

Jika harga batu bara tiba-tiba melonjak signifikan, lanjut dia, Adaro khawatir pasar kembali kelebihan pasokan sehingga harga kembali fluktuatif. Harga USD 60 per ton dinilai cukup sehat bagi industri batu bara dan kinerja keuangan ADRO.

”Kami bisa memproduksi secara stabil. Konsisten saja. Target produksi kami 52 juta–54 juta ton tahun ini,” paparnya.

Bagi ADRO, stabilnya harga batu bara di level yang nyaman seperti saat ini membawa untung. Pihaknya bisa fokus meningkatkan bisnis di luar produksi batu bara, terutama suplai power plant.

Saat ini kontribusi tambang batu bara terhadap total Ebitda ADRO mencapai 55 persen atau jauh berkurang jika dibandingkan dengan empat tahun silam. Batu bara menyumbang 50 persen pendapatan ADRO dan sisanya dari bisnis logistik serta power plant.

Ke depan, ADRO menargetkan kontribusi batu bara hanya sepertiga terhadap laba bersih. Sepertiga lainnya berasal dari power plant dan sepertiga lagi berasal dari logistik.

”Tambang batu bara akan mendukung kebutuhan di power plant. Logistik akan mendukung operasional tambang. Jadi, ketiganya saling berkaitan,” pungkasnya. (gen/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semester Pertama, Garuda Rugi Rp 824 Miliar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler