Berdasarkan pantauan Jambi Independent (Grup JPNN), di sepanjang jalan lingkar selatan setidaknya konvoi truk batu bara sudah mulai padat. Padahal biasanya tidak begitu ramai. “Biasanya memang sepi. Kemarin jalan ini diperbaiki, tapi tidak macet, karet truk batu bara sepi. Sekarang sudah mulai ramai,”ujar Wati (33), warga Lingkar Selatan, Selasa (25/12).
Terkait kondisi ini, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI) Jambi Noor Hadi mengatakan sejauh ini ia belum melakukan koordinasi lagi dengan pengusaha batu bara di Jambi. “Memang ada tren positif dari harga batu bara. Tapi kita belum bisa pastikan, apakah ini sudah membaik,”ujarnya saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Ia mengatakan, sejak awal semester kedua tahun 2012, pertambangan batu bara sepi. Kalaupun ada yang jalan hanya menjual berdasarkan kontrak saja. Atau pun melakukan stock file di pelabuhan sambil menunggu harga membaik. “Kalau harapan kami tentu harga terus membaik,”ujarnya.
Yang jelas, hingga saat ini, suplai batu bara masih tinggi. Ini juga yang membuat harga masih sulit terangkat. Harga acuan batu bara sendiri hingga saat ini tidak menjadi patokan khusus sebagaimana harga CPO dan karet. “Ini tergantung negoisasi dengan pihak pembeli,”tambahnya.
Namun demikian, ia optimis tahun 2013 harga batu bara bisa terangkat. Minimal tidak anjlok seperti saat ini. Sehingga pengusaha batu bara juga bisa tetap memberikan kontribusi melalui pembayaran pajak sekaligus juga menyehatkan perusahaannya. “Kalau sekarang pengusaha pertambangan yang biasanya masuk dalam orang-orang terkaya semuanya terlempar keluar. Ini karena harga pertambangan yang najlok,”jelasnya.
Terkait dengan masalah pertambangan batu bara yang kerap mendapatkan protes, Noor hadi menilai sebenarnya perlu ada komunikasi intens dengan seluruh pihak terkait. “Makanya, kejadian selama 2013 seharusnya menjadi bahan evaluasi. Karena pengusaha batu bara juga memberikan kontribusi,”katanya.
Dima na, perusahaan batu bara membayar royalti ke pemerintah. Hanya saja diakuinya, royalti ini tidak dirasakan dampaknya secara langsung masyarakat sekitar. Karena pembagian royalti ini diatur pusat. “Sehingga banyak warga mengira, batu bara hanya merusak jalan, tidak ada manfaatnya bagi masyarakat,”katanya.
Data tahun 2011, penerimaan negara dari pertambangan batu bara sekitar Rp83 miliar. Jumlah ini termasuk besar. Sementara data tahun 2012 hingga November ini sudah sekitar Rp76 miliar. “Jumlah ini disetorkan oleh perusahaan batu bara. Persoalannya ini tidak dirasakan dampaknya ke Jambi,”katanya.
Inilah juga yang menjadi pekerjaan rumah bagi semua wakil rakyat dan pemerintah bagaimana memperjuangkan dana bagi hasil dari batu bara agar masyarakat sekitar yang menjadi lokasi pertambangan bisa merasakan manfaatnya.
Sementara itu sebelumnya emikian disampaikan Chairman APBI, Bob Kamandanu menilai harga batu bara bisa bergerak maksimal di angka US$90-US$95 per ton. Sepertinya sulit menuju angka US$100 per ton.
Menurutnya, perbaikan harga batu bara tersebut tidak terlepas dari peranan China dalam membantu perbaikan ekonomi Uni Eropa. Disamping juga kebijakan Amerika untuk mempercepat pemulihan ekonomi ikut mendorong kenaikan harga.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM, Edi Prasodjo optimistis harga batu bara akan kembali merangkak naik pada awal tahun depan. Hal ini seiring ekonomi China dan AS yang mulai positif.
Namun menguatnya harga tersebut masih sangat tergantung juga dari kondisi percepatan perbaikan ekonomi global. Mengingat Amerika dan Uni Eropa masih terjadi krisis finansial. Harga akan menguat, tapi tidak lebih dari US$100 per ton. Paling US$90-US$100.(nid)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana FLPP 2012 Sisa Rp 4,6 Triliun
Redaktur : Tim Redaksi