Steve Lynn mengeluarkan tiga kotak makan dari tas berwarna hitam yang dibawanya. Dia lalu membuka setiap kotak dan memberi sandwich yang ada di dalamnya kepada ketiga anaknya, Zac (7), Ben (6), dan Brody (4).

Jam menunjukkan pukul 12.40 waktu setempat, sekitar satu jam sebelum laga kesembilan 2016 Toyota AFL Premiership Season antara klub Collingwood dan Geelong Cats digelar di Melbourne Cricket Ground, Melbourne, Victoria, Australia.

BACA JUGA: Indonesia Research Day di Universitas Adelaide

Steve mengatakan, penting baginya untuk memastikan anak-anaknya menyantap makan siang sebelum mereka bersenang-senang menyaksikan laga dua klub papan atas sepakbola Australia atau yang dikenal dengan nama footy.

“Saya dukung Collingwood!” seru Zac, anak pertama.

BACA JUGA: ELL: Homograf Suspect

“Saya juga,” tambah Ben.

“Kamu, Brody, dukung tim apa?” tanya salah satu teman.

BACA JUGA: Bagaimana Citizen Science Membantu Dunia

“Dia Geelong Cats!” seru Ben.

Brody tertunduk malu. Pilihannya tidak sama dengan dua abangnya, tetapi dia berani untuk tampil berbeda.

Bagi ketiga bocah ini, datang ke MCG, apalagi untuk menyaksikan langsung pertandingan footy di stadion ini, adalah momen yang sangat dinantikan.

“Saat pertama mereka datang ke MCG sangat baik, jadi kami datang ke sini sekitar seminggu sekali,” ungkap Steve.

Di dalam MCG di kawasan Brunton Avenue, terdapat National Sports Museum. Di museum tersebut, pengunjung bisa mendapatkan wawasan tentang olahraga asli atau yang kerap dimainkan di Australia, seperti kriket, footy atau Australian football, rugby, tinju dan netball.

“Saya adalah pemain (Australian) football beberapa tahun silam dan karena anak-anak saya sudah semakin besar, saya ingin memberi mereka kesempatan untuk menonton dan mengetahui bagaimana olahraga ini,” ungkap Steve. Salah satu pertandingan footy di Stadion MCG yang memuat sekitar 100 ribu penonton. (Foto: Caroline Damanik)

Dia mengaku sudah memperkenalkan footy kepada anak-anaknya meski usia mereka masih tergolong muda. Namun hanya sebatas bermain-main bersama.

Jika nanti anak-anaknya serius, Steve mengatakan akan mulai mendorong mereka belajar serius pada sekitar usia 12-13 tahun. Dia sendiri mulai serius belajar bermain footy pada usia 12 tahun.

Bagi keluarga Steve, footy seperti identitas bagi diri mereka sebagai warga Australia. Pantang untuk melewatkan pertandingan footy, apalagi jika tim jagoan yang bertanding.

Seperti dikutip dari ABC Radio Australia, sepakbola gaya Australia kemungkinan berasal dari permainan sepakbola gaya Irlandia. Permainan ini cepat populer karena bisa dimainkan di berbagai musim, tidak seperti kriket yang waktu itu sedang populer di Australia yang hanya bisa dimainkan pada saat musim panas.

Pada tahun 1857, Tom Wills yang merupakan salah seorang pencipta footy kembali ke Australia setelah menamatkan sekolah di Inggris. Dia adalah kapten tim sepakbola sekolah bernama Rugby dan juga pemain kriket.

Wills lalu mengusulkan permainan baru di musim dingin agar para pemain kriket bisa tetap berlatih fisik untuk mempersiapkan diri sebelum bertanding di musim panas. Dalam olahraga ini, para pemain harus mampu melakukan tendangan ke arah gawang dan melakukan tackle dengan menggunakan tangan.

Situs afl.com.au mencatat, permainan sepakbola Australia ini disebut footy pada tahun 1850-an. Saat menyebar ke negara bagian lain pada tahun 1870-an, namanya dikenal sebagai Victorian Rules. Pada awal abad ke-20, secara resmi permainan ini disebut Australian Rules Football.

Pertandingan pertama tercatat digelar pada tanggal 7 Agustus 1858 antara Melbourne Grammar dan Scotch College di atas tanah sepanjang 600 meter. Sejak itu, footy semakin populer dan menjadi menonton pertandingannya menjadi tradisi bagi setiap keluarga di Australia, terutama di Melbourne.

ABC Radio Australia juga mencatat, orang asing yang baru saja datang ke Melbourne atau Australia disarankan untuk segera memilih klub footy yang didukung. Pasalnya, dari pertanyaan tentang klub footy yang didukung maka komunikasi akan mengalir lancar.

Karena sudah menjadi identitas bagi warga Australia, setiap rombongan luar negeri yang datang ke Melbourne biasanya diajak menonton pertandingan footy, termasuk Lynda Kurnia Wardhani dan Meidy Rahma Dhana dari Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang menjadi peserta Australia-Indonesia Leaders Program 2016.

“Karena katanya ini kan bagian dari kebudayaan Australia. Lalu juga ini menjadi acara keluarga di sini. Jadi kita diajak untuk merasakan pengalaman ini,” ungkap Meidy. Keramaian sebelum laga 2016 Toyota AFL Premiership Season antara Collingwood dan Geelong Cats di Melbourne Cricket Ground (MCG).

Steve menutup tiga kotak makan milik anak-anaknya. Mereka minum lalu bersiap untuk menonton pertandingan kesembilan dalam kompetisi tersebut. Di depan mereka, tak terhitung orangtua yang lalu lalang sambil membawa balita mereka lengkap dengan atribut untuk mendukung tim favoritnya, baik Collingwood maupun Geelong Cats.

“Sekarang yang penting saya hanya ingin mereka menikmati, senang dan jika mereka menyukainya (nanti), mereka bisa mulai memainkannya di sekolah bersama teman-teman mereka, setelah jam sekolah tentunya,” ungkap Steve sambil memasukkan potongan sandwich terakhir ke mulutnya.

Steve berkelakar, biasanya bukan sandwich yang dimakan saat menonton footy. Biasanya, warga Australia menonton footy sambil mengudap makanan tradisional Australia, pai berisi daging atau meat pie, dan meminum bir.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ilmuwan Ciptakan Tato Pintar Multifungsi Berbahan Emas

Berita Terkait