jpnn.com, JAKARTA - Legislator Partai NasDem di Komisi III DPR Ahmad Sahroni mengusulkan pembentukan panitia khusus atau pansus menyusul temuan tentang transaksi janggal senilai Rp 349 triliun yang menyeret pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sahroni menyampaikan usul itu saat memimpin rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Kornas TPPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3).
BACA JUGA: Mahfud MD Blak-blakan, DPR Belum Puas, Bakal Makin Panas
Wakil ketua Komisi III DPR itu mengatakan keberadaan pansus makin diperlukan dengan adanya perbedaan pendapat antara Ketua Komite Kornas TPPU Moh Mahfud MD dengan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengenai temuan itu.
"Kami, terutama dari NasDem, mengusulkan untuk dibentuk pansus terkait kasus ini," kata Sahroni.
BACA JUGA: Jokowi Tak Suka Menteri Bikin Gaduh, Johan Budi Berharap Pak Mahfud MD Tidak Direshuffle
Politikus berjuluk The Crazy Rich Tanjung Priok itu juga membeber alasan lain soal NasDem mendorong pembentukan pansus.
"Kami ingin kasus ini bisa mengalami percepatan penyelesaian,” kata Sahroni.
BACA JUGA: Ini Perbedaan Data Sri Mulyani dan Mahfud Soal Transaksi Janggal di Kemenkeu
Sebelumnya, Mahfud MD menyebut Menkeu Sri Mulyani mengungkap data keliru soal nominal transaksi janggal yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
Menko Polhukam yang juga ketua Komite Kornas TPPUitu mengatakan hal tersebut saat menghadiri RDPU Komisi III DPR, Rabu (29/3).
Menurut Mahfud, total transaksi janggal yang melibatkan pegawai Kemenkeu bukan Rp 3 triliun seperti disampaikan Sri Mulyani, melainkan sebesar Rp 35 triliun.
"Kemarin, Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun, tetapi yang benar Rp 35 triliun, ya. Nanti ada datanya," kata Mahfud.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya transaksi janggal senilai Rp 349 triliun yang menyeret pegawai Kemenkeu.
Temuan transaksi gelap itu dibagi menjadi tiga kelompok laporan hasil analisis (LHA).
LHA kelompok pertama merupakan transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35 triliun.
Adapun LHA kelompok kedua adalah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp 53 triliun.
Terakhir, LHA kelompok ketiga adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU.
Menurut Mahfud, angka LHA kelompok ketiga itu sangat besar karena nilai transaksi yang mencurigakan sebesar Rp 261 triliun.
Mantan ketua Mahkamag Konstitusi (MK) itu menduga Sri Mulyani tidak berniat menipu ketika mengungkap data keliru LHA kelompok pertama pada Selasa lalu.
"Kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini, sehingga keterangan yang terakhir pun di Komisi XI itu jauh dari fakta. Bukan dia menipu," ujar Mahfud.
Guru besar ilmu hukum itu menambahkan PPATK yang memiliki data transaksi janggal sudah menyerahkan LHA kelompok pertama ke Kemenkeu pada 2017.
"Laporan itu diberikan 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh ketua PPATK langsung," kata Mahfud.(ast/jpnn.com)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 5 Berita Terpopuler: Mahfud MD Meradang, Enggan Digertak Arteria Dahlan, Ada yang Blunder?
Redaktur : Antoni
Reporter : Aristo Setiawan