jpnn.com, JAKARTA - Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Mahfud MD menyebut Menkeu Sri Mulyani pada Selasa (28/3) kemarin mengungkap data keliru terkait nominal transaksi janggal yang melibatkan pegawai Kemenkeu.
Dia mengatakan itu saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3).
BACA JUGA: Mahfud-Sri Mulyani Beda Data Soal Transaksi Janggal Pegawai Kemenkeu, Johan Budi Kaget
Menurut Mahfud, total transaksi janggal yang melibatkan pegawai Kemenkeu sebesar Rp 35 triliun, bukan Rp 3 triliun seperti diucap Sri Mulyani.
"Kemarin, Ibu Sri Mulyani di Komisi XI menyebut hanya Rp 3 triliun, tetapi yang benar Rp 35 triliun, ya. Nanti ada datanya," kata pria yang juga berstatus Menko Polhukam itu dalam RDPU, Rabu.
BACA JUGA: Dukung Pemberdayaan UMKM, Kemenkeu Satu Gelar Pendampingan Ekspor
Diketahui, total transaksi janggal di Kemenkeu sebesar Rp 349 triliun hasil penulusuran Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) terbagi menjadi tiga kelompok.
Adapun, Laporan Hasil Analisis (LHA) kelompok pertama ialah transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp35 triliun.
BACA JUGA: Pendaftaran CPNS 2023 Mulai 1 April, 7 Instansi, Sekolah Kedinasan Kemenkeu Ribuan Formasi
LHA kelompok kedua ialah transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp53 triliun.
Terakhir, LHA kelompok ketiga itu menjadi transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU.
Menurut Mahfud, angka LHA kelompok ketiga ini sangat besar dengan transaksi mencurigakan sebesar Rp260 triliun.
"Kemudian transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data sebesar Rp 261 triliun, sehingga jumlahnya sebesar Rp 349 triliun, fix," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Mahfud menduga Sri Mulyani bukan berniat menipu ketika alumnus Universitas Indonesia (UI) mengungkap data keliru untuk LHA kelompok pertama pada Selasa kemarin.
"Kesimpulan saya, Bu Sri Mulyani tidak punya akses terhadap laporan-laporan ini, sehingga keterangan yang terakhir pun di Komisi XI itu jauh dari fakta. Bukan dia nipu," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan PPATK yang memiliki data transaksi janggal sudah menyerahkan LHA kelompok pertama pada 2017 kepada Kemenkeu.
"Laporan itu diberikan 2017, oleh PPATK, bukan tahun 2020. Tahun 2017 diberikan tidak pakai surat, tapi diserahkan oleh Ketua PPATK langsung," katanya. (ast/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Aristo Setiawan