JAKARTA--Pemerintah mengklaim jika melonjaknya harga bawang merah dan putih disebabkan karena siklus tahunan. Tetapi klaim tersebut menuai penolakan dari sejumlah peneliti pangan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Mereka mengamati sejak 2009 lalu harga dua bumbu dapur itu tidak memiliki siklus atau acak.
Peneliti sekaligus Ketua Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB Nunung Nuryartono mengatakan, bahan pangan di Indonesia yang memiliki siklus pergerakan harga adalah beras. "Kalau beras itu bisa diketahui bulan-bulan apa harganya bakal naik. Tetapi kalau bawang putih dan merah ini tidak," tandasnya di kantor rektorat IPB, Jumat (15/3).
Nuryartono lantas menyimpulkan jika pernyataan bahwa kenaikan harga bawang merah dan putih ini akibat siklus tahunan tidak valid. Dia menjelaskan jika tren kanaikan harga bawang merah dan putih ini hampir terjadi serentak di sejumlah pasar-pasar induk di pulau Jawa. Pertanyaan selanjutnya, siapakah yang menikmati kenaikan harga bawang merah dan putih tersebut.
"Dari analisis lapangan yang kami lakukan, para petani tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga bawang merah dan putih ini," katanya. Nuryartono menjelaskan harga jual bawang merah dan putih di tingkat petani tetap landai. Di sejumlah sentra tanam bawang merah dan putih, harga dua bahan pangan itu berkisar Rp 5.000 per kg.
Dia mengatakan gejolak harga jual bawang merah dan putih ini hanya terjadi di tingkat pedangan di pasar. Dengan kondisi ini, Nuryartono menuturkan ada yang salah dalam alur distribusi bawang merah dan putih di pasaran. Entah itu bawang merah dan putih produk lokal maupun impor.
Nuryartono juga mengatakan jika impor bawang putih sejak sebelas tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan. Pertumbuhan impor bawang putih ini setiap tahunnya memiliki tren kenaikan hingga 20,17 persen.
Menurutnya harga impor putih yang rata-rata kurang dari USD 1 per kg. "Fakta harga di pasar domestik (eceran) jaul lebih tinggi," tandasnya. Dengan fakta tersebut, kran impor bawang putih menjadi percuma karena harga di pasaran masih tinggi. (wan)
Peneliti sekaligus Ketua Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB Nunung Nuryartono mengatakan, bahan pangan di Indonesia yang memiliki siklus pergerakan harga adalah beras. "Kalau beras itu bisa diketahui bulan-bulan apa harganya bakal naik. Tetapi kalau bawang putih dan merah ini tidak," tandasnya di kantor rektorat IPB, Jumat (15/3).
Nuryartono lantas menyimpulkan jika pernyataan bahwa kenaikan harga bawang merah dan putih ini akibat siklus tahunan tidak valid. Dia menjelaskan jika tren kanaikan harga bawang merah dan putih ini hampir terjadi serentak di sejumlah pasar-pasar induk di pulau Jawa. Pertanyaan selanjutnya, siapakah yang menikmati kenaikan harga bawang merah dan putih tersebut.
"Dari analisis lapangan yang kami lakukan, para petani tidak mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga bawang merah dan putih ini," katanya. Nuryartono menjelaskan harga jual bawang merah dan putih di tingkat petani tetap landai. Di sejumlah sentra tanam bawang merah dan putih, harga dua bahan pangan itu berkisar Rp 5.000 per kg.
Dia mengatakan gejolak harga jual bawang merah dan putih ini hanya terjadi di tingkat pedangan di pasar. Dengan kondisi ini, Nuryartono menuturkan ada yang salah dalam alur distribusi bawang merah dan putih di pasaran. Entah itu bawang merah dan putih produk lokal maupun impor.
Nuryartono juga mengatakan jika impor bawang putih sejak sebelas tahun terakhir menunjukkan tren kenaikan. Pertumbuhan impor bawang putih ini setiap tahunnya memiliki tren kenaikan hingga 20,17 persen.
Menurutnya harga impor putih yang rata-rata kurang dari USD 1 per kg. "Fakta harga di pasar domestik (eceran) jaul lebih tinggi," tandasnya. Dengan fakta tersebut, kran impor bawang putih menjadi percuma karena harga di pasaran masih tinggi. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Cara Mengatasi Mahalnya Harga Bawang versi Syarief Hasan
Redaktur : Tim Redaksi