jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencium upaya politisasi dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) untuk masyarakat terdampak virus corona.
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo menuturkan, dugaan politisasi terjadi karena terdapat foto seorang kepala daerah dalam Bansos untuk masyarakat.
BACA JUGA: Penjelasan Terbaru Bawaslu Terkait Pilkada Serentak 2020
Di sisi lain, mereka yang menyertakan foto itu masih bisa maju sebagai peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Sebab, para kepala daerah itu masih memimpin satu periode, sehingga masih memenuhi syarat untuk berkontestasi politik.
BACA JUGA: Soal Penyaluran Bansos, Mardani PKS Nilai Pemerintah Makin Ngawur
"Memang laporan dari teman-teman daerah, ada beberapa provinsi yang terjadi politisasi bansos, ya. Jadi beberapa petahana yang berpotensi karena memang masih memenuhi syarat berkontestasi, karena baru menjabat satu kali," ucap Ratna saat dihubungi, Jumat (1/5).
Data Bawaslu, dugaan politisasi terhadap Bansos ini muncul di beberapa daerah provinsi Lampung, Bengkulu, Kabupaten Klaten, dan Sumatera Barat.
BACA JUGA: Sri Mulyani Pasang Foto di Bantuan Hand Sanitizer, Komnas HAM: Tidak Etis
"Nah, itu memang hasil pengawasan kami dan mendapatkan peristiwa itu," ucap Ratna.
Namun, kata dia, Bawaslu belum bisa menindak dugaan politisasi Bansos secara hukum. Hingga kini belum terdapat kontestan Pilkada definitif.
Pasal 71 ayat 3 Undang-Undang Pilkada hanya memungkinkan Bawaslu menindak dugaan politisasi ketika terdapat kandidat definitif.
"Ya, karena unsur di dalam pasal 71 ayat 3 itu adalah menguntungkan atau merugikan pasangan lainnya. Kalau di tahapan ada pasangan calon (definitif) itu masih terjadi, tentu itu ditindak," ucap dia.
Saat ini, lanjut Ratna, Bawaslu di daerah sekadar melakukan imbauan kepada pimpinan kepala daerah untuk tidak melakukan dugaan politisasi Bansos.
Misalnya, dengan menyurati kepala daerah tidak menyertakan foto dalam Bansos untuk masyarakat.
"Kalau itu program pemerintah, untuk mengindari diduga ada unsur kepentingan politik, seharusnya menggunakan lambang pemerintah daerah saja," tutur dia. (mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan