jpnn.com, BATAM - Komisioner Bawaslu Kota Batam divisi hukum, Mangihut Rajagukguk mengatakan KPU Kota Batam telah melakukan pelangaran kode etik dalam menjalankan tugasnya pada Pemilu 2019.
Di antaranya pendistribusian surat suara yang lambat dari KPU ke tiap TPS. Selain itu, surat suara jumlahnya tak sinkron atau lebih kecil dibandingkan jumlah pemilih yang terdaftar di DPT pada TPS.
BACA JUGA: Hujan Disertai Puting Beliung Terjang Rumah Warga Tanjungriau Batam
“Inilah yang menjadi pemicu persoalan carut-marutnya pendistribusian logistik pemilu di Batam,” ujarnya, Kamis (18/4/2019) sore.
Pihak Bawaslu Batam sendiri sudah menyiapkan laporan hasil pengawasan (LHP) terkait temuan atau carut-marutnya pendistribusian logistik pemilu yang dilakukan KPU Batam.
BACA JUGA: Tidak Sedikit Anggota KPPS dan Polisi Meninggal Duniaâ¦
“Temuan carut-marut pendistribusian surat suara ke TPS ini nantinya akan kami plenokan untuk dasar keluarnya rekomendasi dari kami. Dasar kami menginvestigasi dan akan memanggil KPU Batam adalah bukti-bukti di lapangan yang kami dapati soal keterlambatan pendistribusian surat suara hingga tertukarnya surat suara antar dapil serta tak ada kesesuaian antar jumlah pemilih sesuai DPT dengan jumlah kertas suara yang lebih sedikit,” terangnya.
Mayoritas keterlambatan pendistribusian surat suara di Batam sendiri, lanjut Mangihut, berada di dua kecamatan yakni di Sagulung dan Sekupang.
BACA JUGA: Banteng Kian Perkasa di Pulau Dewata, Akar Beringin Tergerogoti
Sementara komisioner Bawaslu Batam lainnya, Bosar menegaskan, atas keterlambatan pendistribusian surat suara ke TPS, tertukarnya surat suara antar dapil ataupun ketidaksesuaian antara jumlah pemilih di DPT dengan jumlah surat suara yang lebih sedikit, tak akan bisa mendiskualifikasi hasil penghitungan suara, tak akan bisa proses penghitungan suara diulang.
“Kalau yang terjadi di Batam terkait keterlambatan pendistribusian logistik pemilu, tertukarnya logistik pemilu ataupun kurangnya jumlah surat suara yang lebih kecil dibandingkan jumlah pemilih di DPT, itu tak masuk kategori membatalkan pemilu, membatalkan hasilnya ataupun mengulagi prosesnya. Itu yang kami tegaskan berdasarkan PKPU,” ujar Bosar.
Penghitungan ulang surat suarat, lanjut Bosar, bisa dilakukan kalau dalam hal misalnya penghitungan surat suara dilakukan tanpa adanya penerangan lampu, ataupun ada KPPS yang melakukan perusakan logistik pemilu seperti surat suara dibakar.
“Itulah kategori yang bisa dilakukan penghitungan ulang. Kalau indikasi kekurangan surat suara maupun tertukarnya surat suara, itu jauh dari unsur pemilu ulang, penghitungan surat suara ulang. Misalnya surat suara yang sudah tertukar dan tercoblos, itu nantinya tetap dihitung dan hasilnya masuk ke parpol,” tegas Bosar.
Sesuai PKPU sendiri, pemilu bisa diulang kalau terjadi bencana alam, kerusuhan massal. Kalau diluar unsur tersebut, tak diperbolehkan menggelar pemilu ulang.
Sementara beberapa caleg yang maju pencalegan DPRD Kota Batam juga mengeluhkan proses pencoblosan di Batam yang amburadul karena distribusi logistik pemilu serta banyaknya penyelenggara pemilu seperti petugas KPPS yang tak paham teknis pemungutan suara di TPS.
Seperti yang dikatakan Udin Sihaloho, caleg DPRD Batam dari dapil Bengkong-Batuampar. Dia menegaskan banyaknya petugas KPPS yang tak mengerti teknis pelaksanaan penghitungan surat suara.
“Kenapa proses penghitungan surat suara selesainya sampai subuh? Karena KPPS nya, saksinya serta PPKnya banyak yang tak menguasai, tak paham apa itu form C1, apa itu pleno, apa itu plane. Mayoritas mereka tak paham,” ujarnya.
Misalnya saja penghitungan atau pemilihan pilpres, lanjutnya harusnya yang mendapatkan form C1 itu hanya diserahkan oleh KPPS ke saksi pilpres saja.
“Ini nggak, semua C1 itu diserahkan ke semua saksi, baik saksi presiden, DPD maupun saksi parpol. Itu kan sudah tak benar, pantesan form C1 mereka teriak-teriak tak cukup, kehabisan. Padahal faktanya itu tak ada yang tak cukup kalau form C1 itu diserahkan ke saksi yang benar, bukan diserahkan ke semua saksi. Itu yang bikin form C1 itu dibilang kehabisan atau kekurangan. Itu kebodohan petugas PPS nya atau KPPSnya. Kalau PPS atau KPPS nya sudah tak paham, saya yakin baik saksi parpol, DPD maupun pilpres bisa saya pastikan lebih tak mengerti lagi,” tegasnya.
Ketidakmengertian atau ketidakpahaman petugas pemilu seperti PPK, KPPS ataupu PPS, lanjutnya disebabkan tak dapatnya mereka dibekali bimbingan teknis.
“Ini bimteknya lemah. Saya curiga jangan-jangan PPK, PPS dan KPPS ini tak dikasih bimtek oleh KPU Batam. Logikanya kalau dilakukan Bimtek, tak mungkin terjadi keterlambatan penghitungan surat suara. Ini yang jadinya menyiksa saksi, yang harusnya kerjanya sore sudah kelar, karena tak paham teknis pemungutan suara, jadinya molor penghitungan hingga subuh,” terangnya. (gas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Tak Akan Ada Ampun bagi Pelaku Hoaks Pemilu
Redaktur & Reporter : Budi