JAKARTA - Pembatasan kampanye partai politik atau pasangan calon melalui media massa harus didorong untuk siatur dalam Undang UndangBadan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) setuju merevisi pasal pengaturan kampanye dalam UU Pemilu nomor 10 2008 bisa diatur lebih detail.
Hal tersebut disampaikan oleh anggota Bawaslu bidang pengawasan Wahidah Suaib di Jakarta, kemarin (13/11)
BACA JUGA: Punya Mobil Bentley, Gaya Hidup Mewah Anggota DPR Digugat
Menurut Wahidah, Bawaslu berharap agar pasal terkait batasan kampanye media di UU Pemilu saat ini tetap dipertahankanBACA JUGA: Tiga Pasangan Cagub Gorontalo Saling Uji Kemampuan
Hal itu acapkali terjadi di pemilihan kepala daerahBACA JUGA: Bupati Belitung Incar Kursi Gubernur Babel
Media ini mendukung pasangan calon tertentu," ujar Wahidah.Media baru itu, kata Wahidah, biasa dibentuk tiga bulan sebelum pemungutan suaraBahkan, lanjut dia, ada media yang dibentuk satu tahun sebelum pilkada digelar"Bisa saja ini terjadi untuk proses pemilu nasional nanti," ujar Wahidah.
Menurut Wahidah, keberadaan media baru yang mendukung parpol ataupun pasangan calon memang belum diaturJika media itu beredar terbatas di internal parpol tentu tidak menjadi masalahHanya saja, media tersebut kemudian beredar luas kepada publik"Padahal, publik kan membutuhkan informasi yang berimbang, tentu itu meresahkan," kata Wahidah mengingatkan.
Bawaslu, kata Wahidah, berharap pansus revisi UU Pemilu bisa berkoordinasi dengan praktisi media, untuk menemukan solusi pengaturan kampanye melalui media massaKeberadaan Komisi Penyiaran Indonesia dan Dewan Pers harus dilibatkan untuk proses pengawasan pemilu mendatang, "Soalnya mereka yang lebih tahu," kata Wahidah
Munculnya desakan agar media publik diatur lagi tatacara kampanye politik setelah bergabungnya bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo ke dalam Partai NasDemHary mengendalikan tiga televisi yakni RCTI, MNCTV dan Global TVSelain itu juga mengontrol sejumlah media cetak, radio dan onlineBelum penguasa media lain yang sebelumnya sudah menananmkan kuku di politik seperti bos Media Group Surya Paloh yang mengendalikan Metro TV dan Ketum Golkar Aburizal Bakrie yang mengendalikan TV One, ANTV serta sejumlha media online
Dikhawatirkan keberadaan taipan media di politik praktis itu akan menempatkan kampanye politik mendominasi media publik ituPartai Golkar sendiri lewat Nurul Arifin sepakat diperlukan pembatasan kampanye media.
Terpisah, Partai Keadilan Sejahtera menilai pembatasan kampanye iklan itu juga harus dilakukan melalui revisi Undang Undang Penyiaran dan" Undang Undang PersWasekjen DPP PKS Mahfudz Siddiq menyatakan, selama ini batasan kampanye di media telah diatur di dalam UU Pemilu nomor 10/2008Namun, saat ini terdapat fenomena baru dimana pengurus parpol ternyata juga terafiliasi dengan media"Hal ini harus diantisipasi di dalam UU supaya media tidak disalah gunakan," ujarnya.
Pria yang juga Ketua Komisi I DPR itu menyatakan, jangan sampai nanti media menjadi alat politik partai tertentuMedia bisa menjadi alat kepentingan sepanjang itu adalah media internal yang tidak beredar luas di publikLain halnya jika media penyiaran yang saat ini dikonsumsi mayoritas publik"Kepentingan publik bisa dicederai karena informasinya subjektif," kata Mahfudz.
Karena itulah, kata Mahfudz, tidak hanya di UU Pemilu ataupun penyiaran, UU Pers yang mengatur media massa juga harus diaturIni karena, harus diatur hubungan antara media massa dengan parpol secara lebih tegas lagi"Ini supaya tidak ada masalah orang politik dengan media," tandasnya(bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Kembalikan Dana Pengamanan Pilgub Papua
Redaktur : Tim Redaksi