JAKARTA – Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Daniel Zuhron, menyatakan pengawasan pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Barat (Jabar), sepenuhnya menjadi tanggung jawab Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jabar.
Termasuk pengawasan dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Karena diketahui meski belum mengantongi izin cuti dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ia tetap menjadi Juru Kampanye pasangan cagub-cawagub Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki, Sabtu (16/2).
“Ini kan terkait Pilkada Jawa Barat. Jadi domainnya otomatis ada di Panwaslu Jabar. Dalam konteks ini kita (Bawaslu Pusat,red) tidak bisa reposisi, itu tidak dibenarkan. Bawaslu sifatnya hanya supervisi dan monitoring,” ujarnya saat dihubungi lewat selulernya, Senin (18/2) petang.
Namun begitu Daniel mengakui, selama ini ada dua penafsiran berkembang terkait aturan pelaksanaan Pilkada. Apakah masuk rezim Pemerintahan Daerah, atau Undang-Undang Pemilu.
“Kalau untuk pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Presiden, itu sudah jelas diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2012. Bahwa seluruh pejabat pemerintah mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati dan wali kota, harus cuti saat menjadi juru kampanye. Tapi untuk Pilkada sekarang masih dalam rancangan,” katanya.
Karena itu terkait Pilkada, banyak yang masih menggunakan acuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemda. “Aku sebenarnya belum tajam melihat perbedaan antara keduanya. Tapi pada dasarnya, jika sesuatu hal tidak ada pengaturannya di Pasal Pemilu, maka harus dilihat aturan yang lain,” ujarnya.
Daniel mengungkapkan hal ini, karena dalam UU Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemda, tidak diatur secara spesifik bagaimana sekiranya seorang kepala daerah menjadi juru kampanye untuk calon kepala daerah di provinsi yang berbeda.
“Makanya dalam konteks sekarang, Jokowi itu kan bukan menjadi juru kampanye untuk calon kepala daerah di DKI Jakarta, tapi di Jawa Barat. Berarti sifatnya lintas daerah,” ujarnya.
Menghadapi kondisi ini, Daniel sendiri mengaku tengah melakukan kajian, apakah hal-hal seperti ini masuk kategori pelanggaran Pemilu, atau pelanggaran administrasi pemerintahan. “Jadi saya masih terus mengkajinya. Karena kita sadar, dinamika itu selalu lebih maju dari hukum yang ada. Saya membuat kajian karena banyak potensi pelanggaran Pemilu, tapi tidak bisa dijangkau undang-undang yang ada,” ujarnya.(gir/jpnn)
Termasuk pengawasan dugaan pelanggaran yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. Karena diketahui meski belum mengantongi izin cuti dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), ia tetap menjadi Juru Kampanye pasangan cagub-cawagub Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki, Sabtu (16/2).
“Ini kan terkait Pilkada Jawa Barat. Jadi domainnya otomatis ada di Panwaslu Jabar. Dalam konteks ini kita (Bawaslu Pusat,red) tidak bisa reposisi, itu tidak dibenarkan. Bawaslu sifatnya hanya supervisi dan monitoring,” ujarnya saat dihubungi lewat selulernya, Senin (18/2) petang.
Namun begitu Daniel mengakui, selama ini ada dua penafsiran berkembang terkait aturan pelaksanaan Pilkada. Apakah masuk rezim Pemerintahan Daerah, atau Undang-Undang Pemilu.
“Kalau untuk pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Presiden, itu sudah jelas diatur dalam UU Nomor 8 tahun 2012. Bahwa seluruh pejabat pemerintah mulai dari presiden, menteri, gubernur, bupati dan wali kota, harus cuti saat menjadi juru kampanye. Tapi untuk Pilkada sekarang masih dalam rancangan,” katanya.
Karena itu terkait Pilkada, banyak yang masih menggunakan acuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemda. “Aku sebenarnya belum tajam melihat perbedaan antara keduanya. Tapi pada dasarnya, jika sesuatu hal tidak ada pengaturannya di Pasal Pemilu, maka harus dilihat aturan yang lain,” ujarnya.
Daniel mengungkapkan hal ini, karena dalam UU Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemda, tidak diatur secara spesifik bagaimana sekiranya seorang kepala daerah menjadi juru kampanye untuk calon kepala daerah di provinsi yang berbeda.
“Makanya dalam konteks sekarang, Jokowi itu kan bukan menjadi juru kampanye untuk calon kepala daerah di DKI Jakarta, tapi di Jawa Barat. Berarti sifatnya lintas daerah,” ujarnya.
Menghadapi kondisi ini, Daniel sendiri mengaku tengah melakukan kajian, apakah hal-hal seperti ini masuk kategori pelanggaran Pemilu, atau pelanggaran administrasi pemerintahan. “Jadi saya masih terus mengkajinya. Karena kita sadar, dinamika itu selalu lebih maju dari hukum yang ada. Saya membuat kajian karena banyak potensi pelanggaran Pemilu, tapi tidak bisa dijangkau undang-undang yang ada,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ruhut: Demokrat Punya Sembilan Ketua Umum
Redaktur : Tim Redaksi