jpnn.com, MANADO - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mewacanakan pembuatan aturan legal formal untuk penjabat atau Pj gubernur tidak boleh ikut pemilihan kepala daerah (pilkada).
Wacana itu muncul lantaran Pj gubernur berpotensi melakukan investasi politik selama menjalankan tugas administratif tersebut untuk maju dalam pilkada.
BACA JUGA: Pj Gubernur Sulsel Bahtiar Gerak Cepat, Bertemu 2 Jenderal
Gagasan ini disampaikan Plt Kepala Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Bawaslu RI Rahmat Jaya Parlindungan Siregar di Manado, Sulawesi Utara, dikutip Jumat (22/9)/.
"Misalnya, karena dia perpanjangan tangan sebagai petugas dan pejabat administratif, maka mungkin saja bisa ada pikiran bahwa tidak boleh maju (pilkada), misalnya, karena bisa jadi pada saat masa jabatan dia, maka dia melakukan investasi politik," kata dia.
BACA JUGA: Whoosh Dipilih Jadi Nama Kereta Cepat, Ini Lho Filosofinya
Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI Lolly Suhenty menilai wacana tersebut bagian dari tugas Bawaslu dalam memetakan potensi kerawanan dalam pemilu.
"Akan tetapi dalam konteks ini, kami menghormati seluruh proses karena kami akan menjadikan undang-undang sebagai acuannya, termasuk siapa siapa saja yang berhak mencalonkan diri, misalnya,” tutur Lolly.
BACA JUGA: Pria Ini Temui Wamentan yang Diisukan Ditampar Prabowo, Lihat
Sebelumnya, pada acara "Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024, Isu Strategis: Netralitas ASN" di Manado, Kamis (21/9), Rahmat mengatakan pada dasarnya Pj gubernur bukan merupakan pejabat publik, melainkan pejabat administratif.
Dia berpendapat bahwa terdapat kemungkinan para Pj gubernur akan maju pada pilkada. Oleh karena itu, masa jabatan administratif tersebut bisa saja dijadikan sebagai kesempatan membangun infrastruktur politik.
"Walau itu belum terjadi, tetapi ini menjadi indikasi yang cukup kuat dan bagi kami perlu menjadi catatan dalam proses dialektika demokrasi ke depan," ujarnya.
Menurut Rahmat, kondisi itu dapat berpengaruh pada netralitas aparatur sipil negara (ASN). Oleh karena itu pihaknya merasa perlu memberikan perhatian terkait hal itu.
“Kalau itu dibangun untuk infrastruktur politik ke depan, maka mungkinkah kita harus berpikir bahwa ada aturan yang mempertegas pejabat pemerintah yang posisinya sebagai pj itu, misalnya, ditegaskan dalam aturan legal formalnya, tidak boleh maju di dalam pilkada berikutnya karena itu berpengaruh pada isu netralitas ASN,” tuturnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antarlembaga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong menyambut baik rekomendasi Bawaslu.
“Memang ini kan masih opini, belum ada semacam fakta. Barangkali masa-masa lalu ada, tetapi sekarang belum ada. Namun, kita tentu ada tindakan preventif yang harus dilakukan. Jadi, harapan kami, kalau ini terpikir dari Bawaslu, tentu kalau bisa ini bisa menjadi salah satu rekomendasi acara ini,” kata Togap.
Dia mengatakan bahwa memang belum ada aturan yang melarang Pj gubernur maju pilkada sehingga wacana tersebut bisa dijadikan sebagai tindakan preventif untuk menjaga netralitas ASN.
Togap mendorong Bawaslu untuk menyampaikan rekomendasi tersebut kepada DPR dan pemerintah, mengingat masih terdapat waktu menjelang Pilkada 2024 yang dilaksanakan pada November 2024.
"Barangkali nanti karena menyangkut ASN, enggak perlu undang-undang, peraturan pemerintah cukup atau perpres (peraturan presiden)," ucapnya.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam