jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Karolus Kopong Medan menilai rencana pemerintah membebaskan koruptor atau narapidana korupsi harus dipertimbangkan secara matang, karena bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum.
"Perlu dipertimbangkan secara matang, karena bakal menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di negeri ini, terutama ketika bangsa ini sedang berjuang keras untuk memberantas tindak korupsi," kata Karolus, kepada Antara di Kupang, Jumat (3/4).
BACA JUGA: IPW Kecam Rencana Pembebasan Koruptor Berdalih Wabah Corona
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat, dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan, termasuk napi koruptor.
Menurut dia, dalam menghadapi wabah COVID-19 yang sangat menakutkan dunia ini, memang dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang tepat di berbagai sektor, termasuk bagaimana mengantisipasi merebaknya virus ini ke dalam lingkungan lembaga pemasyarakatan (Lapas).
BACA JUGA: Herman Herry Tak Keberatan Koruptor Dibebaskan Atas Nama Kemanusiaan
"Apabila lingkungan Lapas tidak dijaga secara baik, maka bisa dipastikan virus ini akan mudah masuk ke dalam lingkungan Lapas, dan tentunya akan mengancam nyawa warga binaan (narapidana)," katanya.
"Namun wacana Kementerian Hukum dan HAM merevisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 di lembaga pemasyarakatan perlu dipertimbangkan secara matang," imbuhnya.
BACA JUGA: Menteri Yasonna Akan Bebaskan Koruptor, Ini Kata Ketua Komisi III
Apalagi usulan revisi PP tersebut, untuk membebaskan narapidana kasus tindak pidana korupsi yang telah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa pidana.
Menurut dia, aspek kemanusiaan memang patut dikedepankan mengingat para napi yang sudah berusia lanjut, tetapi aspek keadilan dan kemanfaatan dalam melakukan revisi sebuah regulasi juga perlu menjadi bahan pertimbangan.
"Bayangkan saja, kalau para napi korupsi dibebaskan hanya demi menyelamatkan nyawa mereka, sementara rakyat yang selama ini menjerit menghadapi kehidupan yang berat akibat runtuhnya perekonomian negara akibat perbuatan mereka, tidak mendapat porsi yang semestinya," tuturnya.
"Artinya, apakah adil kita jika melakukan revisi regulasi demi menyelamatkan para napi terutama para koruptor, sementara nasib rakyat akibat ulah mereka tidak dipikirkan," kata Kopong Medan.
Karena itu, revisi regulasi untuk membebaskan napi, terutama napi korupsi, rasa-rasanya tidak bermanfaat apa-apa.
Justru menurut dia, kehidupan mereka di lembaga pemasyarakatan justru lebih aman ketimbang mereka dibebaskan, dan hidup di tengah lingkungan masyarakat yang juga sudah tidak aman karena COVID-19 tengah menghantui mereka.
Dia bahkan membayangkan bahwa, ketika mereka berada di luar Lapas, justru nyawa mereka semakin terancam ketimbang berada di dalam Lapas.
"Jadi rencana revisi PP demi mencegah penyebaran virus corona di dalam Lapas itu, menurut saya tidak memiliki dasar pertimbangan yang matang," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adek