“Saya melahirkan pada Sabtu (3/11), sekitar pukul 13:35, dengan pertolongan bidan desa. Saat mengandung juga normal-normal saja, saya rutin periksa kandungan sebulan sekali,” ujar Siti Khodijah, sambil menimang buah hatinya itu.
Mendapati kelainan fisik yang dialami bayinya itu, Khadijah mengaku sangat terpukul. “Sebagai ibu, saya ingin keadaan bayi normal dan sehat,” imbuhnya.
Hingga kemarin, bayi yang lahir dengan berat badan 2,5 kilogram dan panjang 30 sentimeter itu belum mendapat perawatan medis. Bayi tersebut tergolek di matras tipis yang dibalut kain di rumah yang temboknya berbahan bilik bambu yang sudah mulai lapuk. Bayi yang belum bernama itu juga masih enggan menyusu kepada ibunya. “Dia tidak mau mengisap, sejak lahir baru diberi asi perasan, paling satu atau dua tetes,” kata dia.
Sejatinya, petugas kesehatan dari Puskesmas Tenjo telah berupaya membujuk pihak keluarga untuk membawa bayi malang tersebut ke RS Adjidarmo Rangkasbitung atau RSUD Cibinong untuk operasi. Namun dengan alasan masih menunggu kedatangan kepala rumah tangga, Dwi Siswandi yang sedang dalam perjalanan pulang dari Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, pihak keluarga menolak rujukan pihak puskesmas untuk membawa bayi tersebut ke rumah sakit.
“Suami saya masih dalam perjalanan di kapal, mudah-mudahan sore ini sampai rumah. Saya belum bisa kasih keputusan, sebelum bicara langsung dengan dia,” ujar Siti Khodijah kepada Radar Bogor, kemarin.
Selain menunggu keputusan suaminya, keluarga Siti juga terbelit persoalan ekonomi. Dia mengungkapkan, sudah dua bulan suaminya kerja serabutan di Jambi. Dalam kurun waktu dua bulan itu, ia mengatakan, suaminya sudah dua kali pulang ke rumah. Akan tetapi uang yang didapat tidak cukup. Lantaran habis untuk ongkos pulang pergi. “Ongkosnya saja bisa satu juta pulang pergi, paling tersisa dua ratus ribu untuk keperluan di rumah,” katanya.
Sementara di rumah itu, Siti yang masih menumpang tinggal kepada orangtuanya, memenuhi kebutuhan hidup dengan membantu bapaknya membuat anyaman bambu untuk perabot rumah tangga. Dalam satu bulan, keluarga itu hanya mampu menghasilkan sebanyak 20-30 bakul nasi (boboko) dengan penghasilan sekitar Rp 300 ribu.
Sementara itu, Kepala Puskesmas Tenjo, dr Hendrayati mengatakan, cacat yang dialami bayi Siti Khodijah adalah cacat bawaan dan atresia ani (tanpa lubang anus dan kelamin). Dari hasil pemeriksaan sementara, bayi tersebut pernah mengeluarkan cairan atau kotoran dari lubang yang terletak di antara anus dan lubang urine. “Kemungkinan ada penyatuan lubang anus dan urine di satu lubang,” katanya.
Dampaknya, kotoran di dalam tubuh bayi tersebut bisa menjadi racun yang berbahaya bagi kesehatan tubuhnya. Untuk itu, langkah terbaik untuk menyelamatkan bayi tersebut adalah membawanya ke rumah sakit untuk dibuatkan saluran anus buatan melalui tindakan operasi. Semua biaya pengobatan, katanya, akan ditanggung melalui fasilitas Jamkesmas.
“Sejak bayi itu dilahirkan, kami sudah membujuk keluarga untuk membawa bayi ke rumah sakit. Tapi keluarga masih belum mau, karena masih menunggu salah satu anggota keluarga mereka yang bisa mengambil keputusan,” katanya.
Untuk sementara waktu, kemarin, bayi malang itu telah dibawa ke Puskesmas Tenjo untuk keperluan observasi. Itu pun mesti melalui lobi-lobi yang cukup panjang. “Yang bisa kami lakukan saat ini, baru sebatas memberi asupan cairan ke dalam tubuh bayi tersebut, karena tubuhnya menolak asupan ASI,” katanya. (ful)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marak Tumpang Tindih Lahan Konsensi
Redaktur : Tim Redaksi