Bayi Meninggal Tak Tertolong, Sistem BPJS dan RS Harus Diperbaiki

Jumat, 16 Juni 2017 – 17:29 WIB
BPJS Kesehatan. Foto: Radar Tarakan/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Bayi pasien peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Reny Wahyuni, 40, meninggal di kandungan karena terlambat mendapat pertolongan medis.

Reny diduga ditolak tujuh rumah sakit, termasuk RSUD Kota Bekasi, Jawa Barat. Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawaty menyesalkan adanya dugaan peristiwa penolakan itu.

BACA JUGA: Pasien Peserta BPJS Ditolak di Kota Besar, Bagaimana yang di Pelosok?

Namun, Okky mengatakan, persoalan ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi.

Tapi harus dari sisi ketiga stakeholder terkait yakni BPJS, RS dan pasien.

"Menurut saya harusnya kejadian ini tidak terjadi. Antara pelayan BPJS, RS dan pasien harusnya hubungannya hari ke hari lebih baik," kata Okky kepada JPNN.com, Jumat (16/6).

Okky menjelaskan, dari sisi RS memang sampai saat ini masih banyak swasta yang belum bergabung dengan BPJS Kesehatan.

Ini menyebabkan adanya potensi mereka tidak menginginkan banyak pasien peserta BPJS di RS-nya.

Menurut Okky, supaya RS swasta menerima pasien BPJS, pemerintah harus memberikan insentif yang mungkin saja tidak berhubungan langsung dengan kesehatan.

Misalnya pajaknya mendapat keringanan, tarif listrik atau air yang memperoleh subsidi.

"Jadi memang harus dipikirkan bagaimana RS swasta mau gabung dengan BPJS," kata Okky.

Bagi pasien, apabila rumah sakit yang didatangi itu mengatakan alasan MICU/NICU-nya tidak ada, maka tak bisa melakukan cara lain.

"Tidak ada salahnya (pasien) naik ke atas memeriksa sendiri benar atau tidak. Mungkin juga dengan cara bertanya ke satpam atau nanya ke lainnya," kata Okky.

Belajar dari pengalaman ketika reses di Jakarta Pusat, Okky mengatakan ada salah satu direktur RS mendapatkan oknum staf bagian administrasi yang menolak pasien.

"Tapi beberapa hari kemudian bisa ketika pasien membayar ke oknum tersebut," kata politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Artinya, kata Okky, dalam kondisi seperti ini bisa saja oknum di RS mencari peluang untuk hal yang tidak baik.

Karenanya Okky mengatakan, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) harus memberikan advokasi dan sosialisasi kepada RS di bawah mereka agar oknum itu diberikan tindakan keras.

Dari sisi BPJS Kesehatan, Okky menjelaskan, kalau membaca dari ceritanya Reny, ketika suaminya ditanya mau BPJS atau tidak sang suami menjawab tidak.

Sebab, Reny mempunyai tunggakan sebagai peserta BPJS Kesehatan.

Nah, kata Okky, persoalannya adalah di BPJS ini ketika seseorang menunggak pembayaran, kemudian dia melunasi ternyata kartunya baru bisa digunakan dua minggu kemudian.

Dia mengatakan, ketika mengonfirmasi ke Kementerian Kesejatan dan BPJS, tindakan ini agar ada efek jera supaya pasien tertib membayar iuran.

Okky menyatakan, seharusnya BPJS kesejatan memiliki suatu sistem ketika seseorang pasien menunggak dan kemudian membayar, maka kartunya bisa dipakai langsung.

"Menurut saya efek jera harus cari yang lain. Jangan ditunda, karena ketika keadaan emergency kita tidak bisa menunda," katanya.
Sedangkan UU Kesehatan, lanjut Okky, menyatakan RS tidak bisa menolak pasien.

"Tapi kalau pasien BPJS dia menunggak belum bayar jadinya serba salah. BPJS kalau ingin menginginkan bahwa peserta disiplin membayar cari efek jera lain. Jangan yang ini menunda," kata mantan model kelahiran Jakarta ini. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler