BBM Naik, Presiden Dinilai Langgar Konstitusi

Kamis, 01 Maret 2012 – 16:34 WIB

JAKARTA--Pengamat Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin, mengatakan, kebijakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tidak bisa dilepaskan dari pasal 33 UUD 1945. Pasal itu berbunyi, bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Menurutnya, Presiden melanggar konstitusi bila kekayaan negara tidak mampu mensejahterakan rakyat. Apalagi bila harga BBM naik, kemudian harganya tidak bisa dijangkau dan mampu dibeli oleh rakyat."Kita menciptakan kekuasaan yang namanya negara, karena kita mau BBM dikuasai negara lain," katanya pada wartawan di Jakarta, Kamis (1/3).

"Dalam konteks itu (Pasal 33 UUD 1945) yang dimaksud rakyat, yah rakyat Indonesia secara keseluruhan tidak mengenal istilah rakyat kaya atau miskin," tambahnya.
 
Sedangkan apa yang dimaksud dikuasai negara, dijelaskan Irman, yaitu pertama negara harus menjamin distribusinya jangan sampai ada BBM menumpuk di daerah tertentu sementara di daerah lain langka.

Selain itu BBM juga harus terjangkau oleh rakyat harganya. "Makanya BBM itu tidak dilepas di pasar bebas, tidak boleh apa yang dikuasai negara dilepaskan ke pasar bebas. Itu melanggar konstitusi. Distribusi yang merata harus dijamin ketersediaannya," katanya.

"Yang ketiga adalah keterjangkauannya, harga harus terjangkau, dia harus berada dalam harga yang terjangkau bukan harga pasar," ungkapnya.

Dijelaskan, kalau misalnya harga bbm di negara lain atau pasaran di dunia, rata-rata sepuluh ribu perliter, ternyata warga negara Indonesia hanya mampu Rp4 ribu.
"Oleh karena itulah negara harus menutup kekurangan yang dinamakan subsidi," ujarnya.

Dia mengatakan, kalau di negara tetangga harganya Rp10 ribu tidak masalah. "Karena, negara lain tidak punya UUD seperti kita, konteks sosialnya tidak seperti itu," katanya.

Maka, lanjut dia, tidak bisa harga BBM  dinaikkan karena harga di pasar dunia juga naik. "Kalau naik karena harga pasar, maka presiden dan DPR melanggar konstitusi. Kita tidak boleh juga berasumsi bahwa subsidi itu dialihkan untuk rakyat miskin, karena rakyat miskin ada pakemnya sendiri," katanya.

Dijelaskan, fakir miskin dan anak terlantar diperlihara negara sesuai pasal 34. Jadi, lanjut dia, meskipun harga BBM itu disubsidi atau tidak disubsidi, memelihara fakir miskin dan anak terlantar adalah kewajiban negara.

"Kewajiban negara membuat orang miskin memiliki daya beli yang bagus. Jangan berpikir karena BBM disubsidi maka orang miskin jadi terlantar, tidak bisa begitu," kata dia.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Esemka Gagal Uji Emisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler