"Target kita itu sebenarnya satu juta kiloliter (BBM non subsidi), tapi sepertinya tidak tercapai. Kita perkirakan sampai akhir tahun nanti cuma 900 ribuan kiloliter, Pertamax saja sampai pertengahan Desember baru 600 ribuan KL, sampai akhir tahun nanti kemungkinan cuma 700-750 ribu KL," ujar Vice President Fuel Retail Marketing Pertamina, Mohammad Iskandar, Rabu (19/12).
BBM non subsidi yang dijual Pertamina di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) selama ini seperti Pertamax Plus, Bio Pertamax dan Pertamax Dex. Iskandar mengakui bahwa penjualan Pertamax tahun ini turun dibandingkan penjualan tahun lalu. "Tahun lalu penjualan Pertamax sekitar 900 ribu kiloliter, tahun ini mungkin sekitar 700-750 ribu kiloliter," lanjutnya
Fenomena ini menunjukkan kalau permintaan dan konsumsi BBM bersubsidi seperti Premium dan Solar justru meningkat. Tidak heran kalau tahun ini pemerintah terpaksa meminta dua kali tambahan volume BBM bersubsidi. Yang terakhir, pemerintah minta tambahan 1,2 juta KL sehingga kuota BBM bersubsidi tahun ini bengkak dari sebelumnya 40 juta KL menjadi 45,2 juta KL.
Iskandar mengatakan, penjualan Pertamax turun karena disparitas harga antara BBM non-subsidi dengan BBM bersubsidi masih sangat tinggi. Menurutnya, masyarakat Indonesia masih sensitif terhadap harga.
"Kalau harga rendah, tanpa disuruh orang akan pakai Pertamax. Instruksi pemerintah untuk tidak memakai BBM bersubsidi juga tidak mempan, kuncinya di harga," tukasnya
Beberapa saat ini, harga Pertamax di wilayah Jabodetabek sudah berkisar antara Rp 9.700 per liter hingga Rp 9.850 per liter, dua kali lipat dibanding harga Premium bersubsidi Rp 4.500 per liter. Harga ini berbeda dengan kisaran harga Pertamax pada tahun 2011 yang berkisar Rp 8.000 per liter. "Saat itu harga Pertamax bahkan pernah menyentuh angka Rp 7.500 per liter," lanjutnya
Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko menambahkan, tidak tercapainya target penjualan BBM non-subsidi di tingkat retail tahun ini juga dikarenakan larangan kendaraan dinas pemerintah, BUMN, BUMD, perkebunan dan pertambangan masih belum berjalan sempurna. "Kalau (program) itu jalan seharusnya volume naik," tandasnya
Meski tahun ini gagal memenuhi target penjualan BBM non subsidi sebesar satu juta kilo liter, namun tahun depan Pertamina menetapkan target yang jauh lebih tinggi, yaitu 2,7 juta kiloliter. Hal itu didorong oleh adanya beberapa kebijakan pembatasan yang akan diimplementasikan lebih ketat. "Kami optimis karena sudah ada ketentuannya, seperti pertambangan nggak boleh pakai itu," cetusnya
Selain itu, Pertamina juga sedang menyiapkan alat IT (information technology) yang untuk memantau penjualan BBM subsidi di SPBU. Alat itu diklaim akan mampu mengendalikan konsumsi BBM subsidi yang diduga banyak bocor.
"Mudah-mudahan 2013 sudah berjalan, namanya Sistem Monitoring dan Pengendalian BBM PSO. Kalau alat ini terpasang, saya optimis 2,7 juta kl tercapai," jelasnya (wir/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... IPO Terganjal, Semen Baturaja Masih Punya Opsi Obligasi
Redaktur : Tim Redaksi