Sistem ini dipercaya dapat menekan kebocoran BBM subsidi hingga 1,5 juta kiloliter (kl) atau berhemat senilai Rp 7,5 triliun. Dirut Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya mengatakan, untuk penerapan SMP, biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 20 per liter atau Rp 800 miliar dengan asumsi konsumsi 40 juta kiloliter per tahun.
Proses tender IT itu telah berjalan sejak awal tahun dan kini sudah ada pemenangnya. Rencananya kontrak tahap awal dengan pemasok sistem TI selama 5 tahun. Ada dua opsi pembayaran sistem yang diajukan Pertamina yakni dibebankan ke APBN atau melalui pengurangan dividen.
"Kami targetkan dalam satu tahun, IT monitoring ini sudah ada di seluruh Indonesia. Pertengahan 2013 diharapkan bisa beroperasi di seluruh SPBU," kata Hanung di Jakarta baru-baru ini.
Sistem IT tersebut tengah diuji coba di Kalimantan Tengah. Dengan sistem ini, Pertamina dapat mencatat semua transaksi BBM di SPBU secara akurat. Pertamina juga bisa mencatat perilaku pembelian pelanggan, baik volume, waktu, lokasi SPBU, sampai kewajaran pembelian.
"Kami berharap uji coba ini positif sehingga alat ini bisa menjadi payung hukum untuk mengendalikan penggunaan BBM," papar dia.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengatakan, dengan SMP, negara membayar subsidi setelah keluar dari SPBU dan tidak lagi di depot seperti sekarang ini. Pasalnya, sekarang ini setelah BBM keluar dari depot tidak bisa terkontrol. "Melalui SMP ini, penyelewengan BBM itu bisa dihindari," katanya.
Dengan fokus pengendalian BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) secara otomatis tersebut diharapkan BBM subsidi tahun depan bisa di bawah 48,76 juta kl. (lum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Respon BI, Perbankan Turunkan Bunga Kartu Kredit
Redaktur : Tim Redaksi