jpnn.com - JAKARTA - Kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) terus menjadi sorotan. Salah satu alternatif yang mencuat adalah mengubah skema subsidi menjadi fluktuatif mengikuti perubahan harga.
Direktur ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, skema subsidi tersebut sebenarnya diusulkan sejak lama oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun, belum ada realisasi sampai sekarang. “Kalau memang bisa direalisasikan. Saya rasa itu bagus. Terutama efeknya terhadap APBN. Risiko besaran subsidi BBM yang diubah menjadi kecil,” jelasnya kepada Jawa Pos, Minggu (6/4).
BACA JUGA: Properti Malaysia Gaet Pembeli Indonesia
Dia pernah melakukan simulasi terhadap skema tersebut. Penerapan subsidi fluktuatif bisa dilakukan seperti penjualan pertamax. Menurut dia, harga BBM bersubsidi bisa ditentukan dua pekan hingga sebulan sekali.
“Kalau pertamax kan harganya ditentukan dua minggu sekali. Dengan begitu, masyarakat tidak akan kaget dalam perubahan. Mereka akan terbiasa dengan fluktuasi harga BBM,” terangnya
BACA JUGA: Harga Cabai Rawit Segera Turun
Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam skema tersebut. Salah satunya, besaran selisih harga dalam penentuan perubahan harga. Menurut dia, perubahan harga tak boleh terlalu besar. Sebab, hal tersebut bisa memancing keluhan masyarakat.
“Kenaikannya sama dengan pertamax. Mungkin Rp 100 sampai Rp 350 dalam setiap kenaikan. Tentu saja bisa turun jika memang faktor penentunya turun,” jelasnya.
BACA JUGA: Bintang Toedjoe Gelar Aksi Laki Recovery Kelud
Selain itu, pemerintah harus menerapkan batas atas dan batas bawah terhadap harga BBM subsidi. Alasan penetapan batas bawah tersebut adalah daya beli masyarakat tak terlewati. Sekaligus, kemampuan anggaran pemerintah dalam menyediakan subsidi bisa terjaga.
“Setiap tahun pemerintah bisa menetapkan harga acuan awal. Inilah yang nanti diberi batas atas dan batas bawah. Kisaran tersebut bakal jadi ruang gerak harga BBM tahun itu. Tentu saja, harga acuan awal harus dirumuskan dengan asumsi-asumsi dasar. Misalnya, kurs dolar, harga minyak mentah, dan pergerakan ekonomi,” ungkapnya.
Terkait dengan realisasi dari wacana tersebut, Pri Agung yakin tidak akan terjadi dalam waktu dekat. Secara politik, kebijakan itu mustahil dilakukan dalam masa peralihan pemerintahan. Pemerintah paling tidak harus menunggu seratus hari kepemerintahan untuk menerapkan kebijakan tersebut. ”Paling cepat Oktober. Sebelum itu, tidak mungkin secara politik,” tegasnya.
Dia berharap pemerintah mendatang tegas dan menerapkan perubahan tersebut. Meski bakal mendapatkan protes keras, kebijakan itu bisa memberikan dampak bagus terhadap perkembangan Indonesia. “Nanti mereka bisa mengalokasikan untuk hal yang lebih produktif. Hal yang bisa menyentuh langsung masyarakat. Dengan begitu, msayarakat bisa merasakan langsung manfaat BBM,” katanya. (bil/c10/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Operasional Bank Mandiri Tutup saat Pemilu
Redaktur : Tim Redaksi