jpnn.com, BANDAR LAMPUNG - Pemerintah gencar memfasilitasi para pelaku usaha dengan beragam fasilitas kepabeanan, termasuk tempat penimbunan berikat (TPB).
Pemerintah melakukan hal itu untuk mendorong ekspor yang saat ini menjadi prioritas nasional dalam rangka pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Bea Cukai Sulbagtara-KPK Menjalin Koordinasi terkait Optimalisasi Penerimaan Negara
Merujuk Pasal 1 angka 17 UU Kepabeanan jo Pasal 1 angka 1 PP 32/2009, TPB merupakan bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
Penangguhan bea masuk ini merupakan salah satu jenis fasilitas di bidang kepabeanan yang meniadakan sementara kewajiban pembayaran bea masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar bea masuk berdasarkan UU Kepabeanan.
BACA JUGA: Perdana, Dirjen Bea Cukai Meninjau Proses Bisnis di Bandara Soekarno-Hatta
Bentuk TPB sendiri merupakan bagian dari kawasan pabean yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Bea Cukai.
Atas kewenangan ini pula, Bea Cukai aktif meninjau pemanfaatan TPB dengan melakukan kunjungan ke perusahaan eksportir seperti yang dilakukan Bea Cukai Bandar Lampung terhadap dua perusahaan di daerah pengawasannya.
BACA JUGA: TNI AL Harus Optimalkan Program Kampung Bahari Nusantara
“Kunjungan ke perusahaan menjadi sarana kami untuk mendengarkan kebutuhan pengguna jasa secara langsung, umumnya dalam kunjungan tersebut kami berkesempatan melihat rangkaian proses industri pengolahan barang ekspor, untuk mengetahui bagaimana proses bisnis yang dijalankan oleh perusahaan yang bersangkutan,” jelas Kepala Kantor Bea Cukai Bandar Lampung, Esti Wiyandari, pada Senin (05/04).
Dia pun menyebutkan kunjungan pihaknya ke PT Great Giant Pineapple (PT GGP) yang merupakan salah satu eksportir sekaligus pengguna fasilitas TPB pada tanggal 31 Maret 2021 lalu.
“Kami melakukan asistensi dengan General Manager PT GGP beserta jajaran, mereka memberikan kami masukan terkait pelayanan, khususnya di bidang ekspor,” ujar Esti
Menurut Esti, pokok bahasan utama saat itu ialah dwelling time atau lama waktu pemrosesan barang ekspor untuk sampai ke tangan konsumen di luar negeri. Mengingat produk utama ekspor PT GGP yang berupa buah segar sangat peka waktu terkait kesegarannya, waktu pemrosesan yang singkat menjadi penting untuk membantu produknya bersaing di luar negeri.
Menyikapi hal tersebut, Esti mengatakan untuk memangkas waktu pemrosesan, Bea Cukai terus melakukan koordinasi dengan instansi dalam negeri terkait di bidang perdagangan internasional, termasuk membangun koordinasi yang baik dengan pihak Bea Cukai di luar negeri.
Dari kunjungan tersebut, diharapkan hambatan yang dihadapi perusahaan dapat menjadi bahan evaluasi bagi bea cukai untuk menentukan arah kebijakan serta pemberian fasilitas yang lebih baik dan dapat meningkatkan ekspor Indonesia ke depannya.
Esti pun mengatakan pihaknya juga menjalin kerja sama dengan PT GGP pada saat menghadiri acara Kunjungan Kerja Dua Menteri Republik Indonesia di Sentra Produksi Pisang milik Koperasi Tani Hijau Makmur, yang berlokasi di Kabupaten Tanggamus pada tanggal 28 Maret 2021.
“Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus dan PT GGP merupakan pembina dari Koperasi Tani Hijau Makmur, yang juga salah satu penerima fasilitas kawasan berikat oleh Bea Cukai Lampung. Kunjungan kerja tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan studi lapangan mengenai model kemitraan antara perusahaan dengan koperasi, dalam rangka memproduksi dan memasarkan produk unggulan asal Kabupaten Tanggamus, yaitu pisang mas,” katanya.
Komoditi pisang mas telah berhasil menembus pasar ekspor, model kemitraan yang terjalin antara PT GGP dan Koperasi Tani Hijau Makmur dianggap menarik untuk ditelisik dan dipelajari, sembari mencari apakah masih ada kekurangan dalam realisasinya.
Esti mengungkapkan, mengutip laporan Corporate Affair PT GGP, Welly Soegiono bahwa PT GGP telah bermitra dengan petani pisang mas di Kabupaten Tanggamus dengan konsep sharing value sejak tahun 2017.
Di Tanggamus terdapat 400 hektare lahan pisang mas yang tersebar di tujuh kecamatan dengan 10 packing house, dengan total ada 800 orang petani yang dibina.
Pihak perusahaan juga menyampaikan apresiasi kepada Bea Cukai Bandar Lampung yang telah memberi fasilitas TPB.
“Pelaksanaan skema subkontrak yang memperoleh penangguhan bea masuk dan pajak dalam rangka impor dapat secara efektif memangkas biaya produksi sehingga dapat meningkatkan produktifitas petani dan koperasi, serta meningkatkan ekspor di pasar internasional,” katanya.
Dia pun berharap semoga sinergi antara pemerintah, perusahaan, koperasi, dan petani terus tumbuh dan memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat, khususnya di Provinsi Lampung.(ikl/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi