JAKARTA - Para pengusaha menuding petugas Bea Cukai tidak profesional dalam menangani masalah logistik di pelabuhan-pelabuhan besar seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Ini terlihat dari amburadulnya keluar masuk arus barang sehingga menyebabkan, pasokan logistik nasional terguncang.
Di Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, saat ini mengambil porsi sekitar 60 persen dari aktivitas ekspor-impor nasional. Dengan porsi sebesar itu, bagaimana bila kemudian arus barang ekspor dan impor tersendat. Bahkan terhambatnya pasokan itu sudah berlangsung berbulan-bulan.
Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengungkapkan, dua tahap pemeriksaan pabean di Bea Cukai yang menyebabkan lamanya peti kemas tertahan di pelabuhan.
"Bagaimana arus keluar-masuk barang bisa lancar kalau pemeriksaannya panjang dan berbelit-belit," ujar Toto dalam keterangan persnya, Minggu (21/4).
Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Wijayanta, mengakui hal itu. Menurut dia, akibat kelambanan penanganan arus barang masuk dan keluar itu, Bea dan Cukai hanya menyumbang 0,9 hari terhadap angka total dwelling time di seluruh jalur impor yang ditetapkan. Yakni jalur prioritas, jalur hijau, jalur kuning, dan jalur merah.
Dengan terhambatnya pasokan barang di pelabuhan, mengakibatkan harga-harga barang impor naik di pasaran. Dwelling time dihitung dari sejak peti kemas dibongkar di atas kapal hingga keluar pelabuhan. Semakin lama dweling time, ongkos logistik akan semakin mahal sehingga memicu kenaikkan harga barang impor tersebut.
Menurut Wijayanta, dari kalkulasi Bea Cukai, dwelling time barang impor jalur merah berkontribusi 21,3 persen atau 12,85 hari terhadap total angka dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Sampai saat ini, waktu dwelling time rata-rata 6,7 hari.
Upaya untuk memangkas panjangnya dwelling time tersebut juga bakal dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Dalam waktu dekat ini, Kemenhub akan memindahkan secara paksa peti kemas tertentu di Pelabuhan Tanjung Priok untuk memangkas dwelling time di pelabuhan itu.
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Hubungan, Bobby R. Mamahit mengatakan, langkah pemindahan paksa itu dikhususkan bagi kontainer yang sudah dilengkapi surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). "Bagi peti kemas yang sudah menerima surat persetujuan pengeluaran barang apabila dalam tiga hari tidak dikeluarkan maka pengelola terminal segera memindahkan ke lokasi tertentu di luar pelabuhan," tandasnya. (esy/jpnn)
Di Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, saat ini mengambil porsi sekitar 60 persen dari aktivitas ekspor-impor nasional. Dengan porsi sebesar itu, bagaimana bila kemudian arus barang ekspor dan impor tersendat. Bahkan terhambatnya pasokan itu sudah berlangsung berbulan-bulan.
Ketua Umum Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo) Toto Dirgantoro mengungkapkan, dua tahap pemeriksaan pabean di Bea Cukai yang menyebabkan lamanya peti kemas tertahan di pelabuhan.
"Bagaimana arus keluar-masuk barang bisa lancar kalau pemeriksaannya panjang dan berbelit-belit," ujar Toto dalam keterangan persnya, Minggu (21/4).
Kepala KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok, Wijayanta, mengakui hal itu. Menurut dia, akibat kelambanan penanganan arus barang masuk dan keluar itu, Bea dan Cukai hanya menyumbang 0,9 hari terhadap angka total dwelling time di seluruh jalur impor yang ditetapkan. Yakni jalur prioritas, jalur hijau, jalur kuning, dan jalur merah.
Dengan terhambatnya pasokan barang di pelabuhan, mengakibatkan harga-harga barang impor naik di pasaran. Dwelling time dihitung dari sejak peti kemas dibongkar di atas kapal hingga keluar pelabuhan. Semakin lama dweling time, ongkos logistik akan semakin mahal sehingga memicu kenaikkan harga barang impor tersebut.
Menurut Wijayanta, dari kalkulasi Bea Cukai, dwelling time barang impor jalur merah berkontribusi 21,3 persen atau 12,85 hari terhadap total angka dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Sampai saat ini, waktu dwelling time rata-rata 6,7 hari.
Upaya untuk memangkas panjangnya dwelling time tersebut juga bakal dilakukan oleh Kementerian Perhubungan. Dalam waktu dekat ini, Kemenhub akan memindahkan secara paksa peti kemas tertentu di Pelabuhan Tanjung Priok untuk memangkas dwelling time di pelabuhan itu.
Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Hubungan, Bobby R. Mamahit mengatakan, langkah pemindahan paksa itu dikhususkan bagi kontainer yang sudah dilengkapi surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). "Bagi peti kemas yang sudah menerima surat persetujuan pengeluaran barang apabila dalam tiga hari tidak dikeluarkan maka pengelola terminal segera memindahkan ke lokasi tertentu di luar pelabuhan," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemegang Saham Minoritas Ingin Beri Pelajaran ke Konglomerat
Redaktur : Tim Redaksi