jpnn.com, JAKARTA - Oknum aparat kepolisian di Polda Metro Jaya dinilai telah merusak iklim investasi dengan menerapkan restorative justice untuk membebaskan dua WN India tersangka penggelapan dana perusahaan Arab Saudi.
Langkah tersebut juga jelas bertentangan dengan semangat Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto.
BACA JUGA: Sempat Masuk DPO, Tersangka Kasus Senpira Diringkus Polisi
“Iya, (tak sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo) dan kita malu juga dengan para investor itu, orang luar negeri,” kata Haryono, Kamis (13/3).
Haryono juga memandang pembebasan dua WN India tersebut akan berimbas negatif terhadap tingkat kepercayaan investor kepada Indonesia.
BACA JUGA: Kontroversi Kasus Korupsi Impor-Ekspor Minyak, Penyidik Dinilai Salah Tetapkan Tersangka
Pasalnya, kata dia, penerapan restorative justice dalam kasus ini telah menghilangkan kepastian hukum.
“Yang paling mudah, harus ada kepastian hukum. Karena yang paling jadi perhatian para investor itu, apakah di tempat yang mau dia invest ada kepastian hukum atau tidak,” jelas Haryono.
BACA JUGA: Polisi Tetapkan Pengusaha Bandung Hartono Soekwanto Jadi Tersangka
Dengan kondisi demikian, Haryono menekankan, pentingnya aparat penegak hukum termasuk Polda Metro Jaya ke depan untuk menerapkan kepastian hukum.
Menurutnya, kepastian hukum di Indonesia harus mengacu dan mengikuti KUHP dan KUHAP.
“Di kita itu, tinggal dijalankan, diikuti, dipatuhi, kalau dia tidak mematuhi, artinya dia melanggar. Kalau melanggar KUHAP artinya apa yang dilakukan tidak sah,” tandasnya.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto disebut mengacuhkan laporan perusahaan besar Arab Saudi yang telah berinvestasi di Indonesia selama 12 tahun terkait restorative justice pembebasan dua tersangka penggelapan dana.
Hal itu terkuak dari surat permohonan yang dilayangkan kuasa hukum perusahaan Arab Saudi kepada Kapolda Metro Jaya dengan nomor 071/U/SP/VIII/2023 tanggal 21 Agustus 2023.
Dalam surat permohonan itu juga disebutkan bahwa Biro Wabproof Div Propram Polri sedang melakukan penanganan perkara terkait adanya pengaduan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal laporan terkait penanganan perkara laporan polisi dengan nomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT.
Namun, hingga kini tidak ada perkembangan signifikan terkait laporan pemilik perusahaan Arab Saudi tersebut soal restorative justice (RJ) pembebasan dua tersangka penggelapan dana.
Dalam surat permohonan itu turut disebutkan bahwa pihak Polda Metro Jaya sedianya sempat meminta klarifikasi kepada perwakilan perusahaan Arab Saudi mengenai dugaan pemalsuan keterangan ke dalam akta otentik yang mereka tuduhkan kepada kedua WN India.
Namun, kenyataannya dua tersangka penggelapan dana itu justru dibebaskan melalui mekanisme restorative justice (RJ).
Perusahaan besar Arab Saudi melaporkan dugaan penggelapan dana ke Polda Metro Jaya pada 2022 lalu.
Langkah itu diambil lantaran pelapor mengalami kerugian sekitar USD 62.000.000 akibat tindakan kedua terlapor.
“Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP,” bunyi laporan itu yang dikutip Minggu (16/2).
Dua WN India dilaporkan terkait perjanjian perdamaian homologasi perusahaan besar Arab Saudi yang diatur putusan PKPU No.164/PDT-SUS.PKPU/2021/PN.NIAGA.JKT.PST di PN Jakarta Pusat.
Mereka diduga membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara PKPU sehingga perusahaan besar Arab Saudi tersebut harus membayar tagihan sebesar Rp 17 miliar.
Laporan perusahaan besar Arab Saudi tersebut ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Dua WN India itu juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Meski demikian, dalam perjalananan kasus ini memunculkan dugaan adanya permainan dari Polda Metro Jaya. Pasalnya, kedua tersangka tiba-tiba dibebaskan melalui mekanisme perdamaian restorative justice pada 2023 lalu. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif