jpnn.com - Ahli Hukum Pertambangan dan Lingkungan, Ahmad Redi menghadiri sidang kasus dugaan korupsi sektor timah, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/10).
Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Redi dimintai pandangan ahli sesuai kepakarannya perihal status timah yang ditransaksikan antara PT Timah dan penambang rakyat.
BACA JUGA: Kasus Timah Harvey Moeis Korupsi atau Illegal Mining? Begini Kata Ahli
Mulanya, hakim bertanya apakah timah bisa diakui sebagai milik PT Timah sejak masih di dalam tanah, atau setelah ditambang dan dibeli PT Timah.
Dasar pertanyaan itu berawal dari adanya anggapan PT Timah membeli timah yang merupakan miliknya sendiri lantaran ditambang oleh penambang rakyat dari area yang masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
BACA JUGA: Rahayu Saraswati Bakal Lapor Prabowo Jika Nasib Ipda Rudy Soik Tak Jelas di Polri
Menjawab pertanyaan tersebut, Ahmad Redi menjelaskan bahwa timah yang ditambang oleh penambang rakyat bukanlah milik PT Timah.
"Di Undang-Undang Minerba pada Pasal 92 diatur peralihan kepemilikan mineral logam, sebut saja timah itu (kepemilikannya) sejak membayar royalti," jelas Ahmad Redi, dikutip JPNN.com, Selasa (29/10).
BACA JUGA: JPU Tanggapi Eksepsi Guru Supriyani: Kenapa Enggak Kemarin Saja!
Dengan demikian, ditegaskan bahwa timah yang masih dalam bentuk kandungan atau masih di dalam tanah belum menjadi milik PT Timah meski secara lokasi masuk dalam wilayah IUP PT Timah.
Ahmad Redi menjelaskan agar bisa diakui sebagai milik PT Timah, timah harus sudah ditambang dan lahan yang menjadi area penambangan tidak tumpang tindih kepemilikan lahannya, tidak dalam penguasaan pihak lain dan tidak dalam sengketa atau harus sudah Clean and Clear.
"Setelah Kepmen 2015, IUP yang tidak tumpang tindih yang dapat diakui oleh negara. Dimana, tidak boleh menambang selama diatasnya belum CnC (clear and clear) sesuai Pasal 135," terang dia dalam sidang tersebut.
"Berdasarkan permen esdm nomor 43 tahun 2015 itu diatur bahwa perusahaan dapat dinyatakan memenuhi dokumen CNC apabila terdapat 4 hal. Pertama, tertib administratif. Kedua, tertib finansial. Ketiga, tertib lingkungan dan terakhir tertib teknis kewilayahan," lanjutnya.
Syarat administratif yang dimaksud dalam persyaratan tersebut seperti pemenuhan izin-izin sudah lengkap, termasuk izin eksplorasi.
"Suatu pemegang IUP sebagaimana diatur Permen ESDM, jika sudah memenuhi syarat itu berarti sudah CNC," kata Ahmad Redi.
Keterangan ahli tersebut sejalan dengan fakta yang diungkap dalam persidangan sebelumnya bahwa PT Timah membentuk pola kemitraan dengan penambang rakyat dan pemilik lahan yang lokasinya berada di wilayah IUP milik PT Timah dengan membentuk badan hukum berstatus CV.
Tujuannya agar timah yang ditambang oleh masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Di sisi lain para pemilik lahan yang lokasi berada di wilayah IUP PT Timah tetap mendapatkan hak ekonomi atas lahan yang mereka miliki.
Ahmad Redi mengatakan pola kemitraan tersebut dibolehkan selama ada perizinannya.
PT Timah pun dibolehkan melakukan pembayaran kepada penambang rakyat dalam naungan badan hukum (CV) sebagai imbal jasa kegiatan pertambangan yang mereka lakukan di wilayah IUP PT Timah tersebut.
"Mengenai imbal jasa penambangan di mana pemegang IUP diperbolehkan untuk bekerja sama dengan pemegang IUP lainnya atau IUP OP lainnya, termasuk BUMN. Sehingga BUMN diperbolehkan untuk bekerja sama dengan swasta asal ada perizinannya," kata dia.
"Pemegang IUP diperbolehkan secara undang-undang untuk melakukan kerja sama atau kemitraan dengan pihak lain untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penambangan," jelasnya.
Ahmad Redi juga menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan yang mungkin timbul, secara undang-undang merupakan tanggung jawab pemegang IUP.
Dalam konteks ini, maka tanggung jawab pemulihan wilayah tambang lewat reklamasi merupakan tanggung jawab PT Timah selaku pemegang IUP.
"Kewajiban untuk melakukan restorasi tersebut merupakan kewajiban dari (pemegang) IUP," pungkas Ahmad Redi.(mcr8/jpnn)
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Kenny Kurnia Putra