jpnn.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan penolakan terhadap sejumlah poin dalam eksepsi dari penasihat hukum guru honorer SDN (SDN) 4 Baito, Konawe Selatan, Supriyani pada sidang lanjutan kasus dugaan penganiayaan anak polisi di Pengadilan Negeri Andoolo, Senin (28/10/2024).
JPU yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan (Konsel) Ujang Sutisna mengatakan bahwa pihaknya menolak terkait permintaan yang dibacakan penasihat hukum Supriyani pada sidang tersebut.
BACA JUGA: Ratusan Guru Berdoa di PN: Bebaskanlah Honorer Supriyani, Selama Ini Mengabdi, Digaji Rp300 Ribu
"Pada dasarnya eksepsi tadi kami menolak apa yang dimintakan penasihat hukum terkait beberapa yang sudah tidak menyangkut pokok materi perkara," kata Ujang.
Dia mengatakan terdapat beberapa poin dari eksepsi yang ditolak karena dianggap tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 156 KUHP dan poin-poin tersebut telah dibacakan dalam persidangan.
BACA JUGA: Kecewa Ronald Tannur Cuma Divonis 5 Tahun Penjara, Jaksa Upayakan PK
"Ada beberapa poin tadi memang penasihat hukum, saya hanya menyebutkan poin-poin tertentu tidak memenuhi Pasal 156 dalam KUHP, itu saja," ujarnya.
Ujang juga menyampaikan bahwa yang disetujui antara JPU dan penasihat hukum terdakwa, yaitu untuk melanjutkan sidang tersebut kepada pokok materi perkara.
BACA JUGA: Ipda Rudy Soik yang Dipecat Polda NTT Ditemani Keponakan Prabowo di Komisi III DPR
Dia menyesalkan tindakan penasihat hukum yang meminta eksepsi pada sidang pertama, yang kemudian pada saat sidang pembacaan eksepsi, mereka justru meminta untuk melanjutkan sidang ke tahap pokok materi perkara.
"Kesimpulannya, penasihat hukum apa saat ini kan minta dilanjutkan ke pokok perkara, kenapa enggak kemarin saja!" tutur Ujang.
Sementara itu, penasihat hukum guru Supriyani, Andre Darmawan, menyampaikan bahwa secara formil perkara, sudah jelas bahwa ini melanggar undang-undang sistem peradilan anak karena terdapat banyak prosedur yang tidak dilakukan.
"Misalnya, laporan meminta kepada pekerja sosial untuk melakukan pendampingan, kemudian kepada pembimbing kemasyarakatan itu juga tidak dilakukan," ucap Andre.
Dia juga mengungkapkan bahwa dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran kode etik, salah satunya benturan kepentingan karena penyidik dan pelapor dalam kasus tersebut merupakan rekan sekantor di Polsek Baito.
"Kemudian juga ada pemaksaan kepada Ibu Supriyani untuk mengaku, padahal Ibu Supriyani tidak pernah melakukan, ada permintaan uang juga Rp 50 juta. Jadi, itu semua pelanggaran prosedur," terangnya.
Andre menjelaskan bahwa pada sidang tersebut, pihaknya meminta kepada majelis hakim untuk menolak keberatan mereka agar persidangan bisa dilanjutkan sampai ke pokok perkara.
"Ini, kan, aneh, kami meminta keberatan, tetapi kami meminta majelis untuk menolak. Karena kalau misalnya eksepsi kami diterima, persidangan itu tidak akan lanjut ke pokok perkara," ucapnya menjelaskan.
Dia juga menambahkan bahwa melanjutkan sidang ke pokok perkara itu penting untuk membuktikan bahwa guru Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi.
"Kami ingin supaya oknum-oknum, ya oknum-oknum tersebut yang telah membuat Ibu Supriyani tersangka, telah membuat Ibu Supriyani ditahan, harus mempertanggungjawabkan, baik secara administratif, misalnya ada sanksi etik ataupun apa pun termasuk sanksi pidana," tambahnya.(ant/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam