jpnn.com, JAKARTA - Aturan terkait pencalonan presiden petahana kembali mencuat. Di lini masa media sosial, tidak sedikit yang mulai mempertanyakan ketentuan tersebut.
Khususnya terkait perlu tidaknya presiden mundur dari jabatannya. Juga, soal cuti bagi presiden saat melakoni kampanye bila tidak mundur dari jabatan.
BACA JUGA: Jokowi Dianggap Kampanye Terselubung di Bioskop
Ketentuan pencalonan presiden dan wakil presiden sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Di pasal 170 memang ada ketentuan pejabat negara yang dicalonkan sebagai presiden atau Wapres wajib mundur dari jabatannya.
Namun, ada pengecualian untuk pejabat tertentu. Yakni, presiden, Wapres, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, serta kepala dan wakil kepala daerah. Artinya, presiden yang dicalonkan kembali dalam pilpres dengan status petahana tidak harus mengundurkan diri.
BACA JUGA: Sepertinya Prabowo Pusing ketika SBY Diterpa Kabar Miring
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengingatkan bahwa ketentuan jabatan untuk presiden berbeda dengan kepala daerah. ’’Presiden itu tidak bisa digantikan sedetik pun,’’ ujarnya seperti diberitakan Jawa Pos.
Artinya, apa pun yang dilakukan seorang presiden, dia tetap berstatus presiden dengan segala ketentuan yang mengaturnya. Kecuali bila ada pelanggaran terhadap UUD atau UU yang membuat dia harus mengundurkan diri dari jabatannya. ”Presiden petahana yang menjadi calon presiden hakikatnya dia masih presiden,” lanjutnya.
BACA JUGA: Erick Thohir Pimpin Rapat Perdana, Nih Hasilnya
Karena itu, aturannya berbeda dengan pemilihan kepala daerah. Dalam hal cuti, misalnya, kepala daerah petahana wajib cuti selama masa kampanye. Namun, tidak demikian presiden. Dia cukup cuti di hari-hari tertentu saat turun langsung untuk berkampanye.
Saat presiden petahana berkampanye, tutur Wahyu, hak dan kewajiban dia selaku presiden masih melekat. Karena itu, cara pelaksanaan cutinya juga berbeda. Presiden mengirimkan jadwal cuti kepada KPU melalui Mensesneg. ”Tidak ada pihak atau lembaga mana pun, termasuk KPU, yang memberikan atau tidak memberikan izin cuti kepada presiden petahana,” jelas mantan komisioner KPU Jawa Tengah itu.
Dia menambahkan, presiden berhak membuat jadwal kampanye sendiri. Namun, jadwal itu harus disampaikan kepada KPU paling lambat tujuh hari kerja sebelum hari pelaksanaan kampanye. Sifat cutinya fleksibel.
Dalam arti, sewaktu-waktu diperlukan, presiden bisa membatalkan cutinya dan kembali bertugas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Misalnya, bila ada situasi negara yang memerlukan keputusan presiden dengan cepat.
Wahyu menambahkan, saat kampanye, capres petahana tetaplah seorang presiden. Karena itu, beberapa fasilitas negara yang melekat tetap diberikan. Yakni, pengamanan, protokoler, dan kesehatan. ”Pengamanannya apa saja, itu yang memutuskan pemerintah,” tambahnya.
Pakar hukum tata negara Mahfud MD juga angkat bicara mengenai isu tersebut. Melalui cuitannya di Twitter, dia menjelaskan bahwa sejak pilpres edisi pertama di era Megawati Soekarnoputri, presiden petahana tidak harus mundur bila mencalonkan diri lagi.
”Jadi, yang begini tidak perlu ditanyakan berulang-ulang, sudah jelas sekali,” terangnya. (byu/c6/fat)
Ketentuan Pencalonan dan Kampanye Capres Petahana
Pencalonan
1. Sama seperti syarat calon presiden nonpetahana
2. Tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya
Kampanye
1. Memperhatikan tugas dan kewajiban sebagai presiden
2. Wajib menjalankan cuti di hari pelaksanaan kampanye
3. Jadwal cuti disampaikan ke KPU paling lambat H-7 pelaksanaan kampanye
4. Presiden bisa membatalkan cutinya sewaktu-waktu
5. Pembatalan cuti disampaikan ke KPU
6. Kampanye di hari libur tidak perlu cuti
7. Protokol, pengamanan, dan kesehatan tetap melekat selama kampanye
Sumber: UU Nomor 7 Tahun 2017, PP Nomor 32 Tahun 2018, Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018, diolah
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kalau Bisa Semakin Banyak yang Dua Kaki
Redaktur & Reporter : Soetomo