jpnn.com, JAKARTA - Pegiat budaya dan batik, Iwet Ramadhan mengatakan bahwa melestarikan batik tidaklah cukup hanya dengan memakainya sehari-hari.
Masyarakat, khususnya kaum milenial, masih memilih batik printing yang harganya jauh lebih murah ketimbang batik tulis ataupun cap.
BACA JUGA: Promosi Gencar, Penjualan Batik Banten Meningkat
Menurut Iwet, pola pembelian yang seperti itu justru akan memengaruhi regenerasi pembatik tulis.
“Kalau membeli langsung ke pembatik, anaknya si pembatik itu bisa melihat langsung kalau membatik itu ada potensi untuk mendapat penghasilan. Tetapi kalau jarang dibeli, nantinya yang mau jadi pembatik jadi mikir, sudah buatnya lama terus enggak ada yang beli,” kata Iwet di sela-sela peluncuran motif batik pada feeding set dan botol susu Pigeon di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (2/10).
BACA JUGA: Novita Angie Wajib Koleksi Batik
“Padahal, UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya dunia itu kaena melihat teknik membuat dan cerita filosofinya. Bukan karena keindahan kainnya,” sambung Iwet.
Iwet menegaskan bahwa, jika masyarakat terus menerus membeli batik printing, yang diuntungkan bukanlah pembatik melainkan pengusaha. “Mari kita dukung pembatiknya,” ujarnya.
BACA JUGA: Begini Cara Armand Maulana Merayakan Hari Batik Nasional
Meski begitu, Iwet menyadari bahwa untuk bisa membeli batik tulis yang harganya mencapai jutaan rupiah. “Punya uang satu juta yang dipikirkan lebih dulu itu kan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan harga batik tulis itu enggak murah,” pungkasnya. (mg7/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh