Begini Cara Pemerintah Tekan Kerugian Pertamina

Selasa, 29 Mei 2018 – 07:04 WIB
Kantor Pertamina. Foto: dokumen jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Peningkatan harga minyak dunia yang tidak diimbangi kenaikan harga solar dan premium membuat PT Pertamina (Persero) menanggung rugi.

Karena itu, pemerintah mempertimbangkan untuk menggunakan dana windfall profit dari selisih harga minyak dunia untuk menyegarkan keuangan Pertamina.

BACA JUGA: Ada Takjil Gratis Hingga Ustaz Keliling di SPBU Pertamina

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto menyatakan, berdasar data dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF), setiap kenaikan harga minyak USD 1 per barel, penerimaan negara akan bertambah Rp 2,8 triliun–Rp 2,9 triliun.

’’Sedangkan untuk tambahan subsidi mencapai Rp 2,5 triliun–Rp 2,6 triliun. Sehingga masih ada windfall profit sekitar Rp 300 miliar,’’ kata Djoko, Senin (28/5).

BACA JUGA: Pertamina Pastikan Pasokan LPG di Banten Aman Selama Ramadan

Dia mengatakan, selisih keuntungan itu akan disuntikkan pada Pertamina untuk menutup kerugian perusahaan pelat merah tersebut.

’’Berapa pun harga minyak naik, ada windfall kenaikan itu. Nanti uang dari situ yang diberikan ke Pertamina,’’ tambah Djoko.

BACA JUGA: Ciptakan Pasar, Anak Usaha Pertamina Terapkan Klasterisasi

Menurut dia, pemerintah sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia.

Sebab, sebelum anjlok, harga minyak dunia sempat di atas USD 100 per barel. Subsidi energi pun pernah menembus Rp 300 triliun.

Angka itu jauh di atas subsidi energi yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2018 sebesar Rp 94,56 triliun meliputi subsidi untuk BBM, elpiji, dan listrik.

’’Mudah-mudahan dengan pengalaman ini kita masih bisa bertahan untuk mengelola, mengatasi kondisi seperti ini. Terlebih, kita mulai maju penanganannya yang dulu subsidi itu kalau harga minyak ataupun kursnya berubah, subsidi makin membesar,’’ kata Djoko.

Mantan Sesmen BUMN Said Didu menuturkan, pembebanan kekurangan subsidi ke Pertamina telah melanggar pasal 66 UU No 19/ 2003 tentang BUMN.

’’Dalam UU dijelaskan sangat tegas pemerintah boleh memberikan penugasan ke BUMN. Tetapi, jika tidak layak keekonomiannya, pemerintah harus mengganti selisihnya dan memberikan margin yang layak,’’ kata Said.

Kenyataannya, Pertamina harus menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang ditetapkan pemerintah.

Dengan demikian, menurut dia, wajar jika Pertamina secara tidak langsung menolak penugasan tersebut.

’’Karena belum jelas siapa yang akan menanggung kerugian tersebut,’’ tegas Said.

Pertamina sendiri harus menanggung kerugian Rp 5,5 triliun pada Januari–Februari lalu.

Hal itu akibat tidak adanya kenaikan harga premium dan solar di tengah kenaikan harga minyak dunia. (vir/c15/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mudik Lebaran, Avtur Diprediksi Meningkat 5 Persen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler