jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyampaikan pendapatnya tentang sistem pemilu antara proporsional terbuka dengan tertutup.
Menurut Fahri, penerapan sistem proporsional terbuka pada pemilu selama ini sudah tepat sehingga tidak perlu diubah menjadi proporsional tertutup.
BACA JUGA: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Lebih Berdimensi Politik Masa Depan
"Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” kata Fahri dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (22/1).
Pandangan itu juga disampaikannya saat menjadi pembicara diskusi yang digelar Moya Institute bertajuk “Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi”, Jumat (20/1).
BACA JUGA: Konon Hanya 5,7 Persen Responden Tidak Puas dengan Kinerja Jokowi
Fahri menyampaikan apabila pada Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak.
Mantan wakil ketua DPR itu menilai transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, tidak melalui perantara partai politik.
BACA JUGA: Kenaikan BPIH Dinilai Rasional Agar Terhindar dari Skema Ponzi
"Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung," kata dia.
Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul menilai pasal-pasal konstitusi tidak banyak menyinggung mengenai pemilu.
Dengan demikian, muncul kesan persoalan tersebut dilepaskan kepada parlemen dan undang-undang, bahkan terkesan hanya berkaitan erat dengan kepentingan partai politik.
“Sebenarnya, UUD NRI 1945 tidak juga menyentuh partai politik. Akan tetapi dalam ilmu politik dan praktiknya, nyatanya partai politik itu penting," kata Chudry.
Chudry menyebut guna memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian, maka sistem pemilihan proporsional tertutup merupakan cara terbaik.
Namun demikian, dia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah karena yang terbuka atau tertutup selama ini bukanlah sistem pemilunya, melainkan mekanisme yang terjadi di dalam partai politik.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menilai sistem proporsional tertutup ataupun terbuka pernah dipraktikkan sejak awal reformasi sampai sekarang dalam kehidupan politik bernegara Indonesia.
Meskipun begitu, Hery berpendapat kedua sistem politik pemilu tersebut tidak ada yang sempurna dan apa pun nanti yang dipilih harus dapat meningkatkan kualitas demokrasi.(antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam