Begini Tanggapan Wakil Ketua MPR Tentang New Normal Covid-19 di Indonesia

Kamis, 28 Mei 2020 – 18:11 WIB
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan. Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia akan mengambil kebijakan memperlonggar atau relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal merupakan kebijakan Jalan Pintas tanpa perhitungan yang jelas.

Melakukan pelonggaran ataupun relaksasi PSBB untuk kepentingan ekonomi di tengah pandemi covid-19 tentu juga berdampak dan dapat mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat sendiri.

BACA JUGA: Syarief Hasan MPR Sarankan Moratorium TKA Masuk ke Indonesia

"Mengapa Rakyat dikorbankan? Karena seharusnya relaksasi dilakukan seperti di Negara-negara lain apabila tren penurunan korban infeksi baru menurun terus sampai di bawah (Rt) 1.0,” kata Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan kepada wartawan, Kamis (28/5/2020).

Posisi tanggal 26 Mei 2020 Indonesia bertambah 415 orang yang terkontaminasi Covid-19 dan ini masih sangat tinggi, meninggal bertambah 27 orang sehingga total kasus positif sebesar 23.165 kasus dengan 1.418 meninggal dunia dengan tingkat infeksi masih di atas 2.5.

BACA JUGA: Memasuki New Normal, Bagaimana Pelayanan SIM dan STNK?

Syarief Hasan menuturkan Pemerintah seharusnya belajar dari beberapa negara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang. Pertama, Wuhan, China dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan.

Wuhan, China yang merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown setelah terjadi penurunan tambahan kasus yaitu hanya 3 kasus positif dalam 3 pekan terakhir.

BACA JUGA: Sentil Jokowi Soal New Normal, Pernyataan Politikus Demokrat Ini Sungguh Menohok

China melakukan unlock setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus.

Kedua, Jerman mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk menggelar kembali liga  bundesliga tanpa penonton. Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif.

Data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebutkan tingkat infeksi berada di angka 0,65. Meskipun lockdown dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan.

Ketiga, Denmark mulai mulai melonggarkan lockdown dan mulai membuka sekolah secara bertahap. Data dari Statens Serum Institute menyebutkan tingkat penularan di Denmark turun menjadi 0,7.

Keempat, Italia mulai memberikan izin bekerja untuk 4 juta orang. Usaha seperti restoran mulai dibuka take away. ibadah dan pernikahan, mulai dilakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan jumlah kasus aktif sebesar 2,29 persen dari total kasus konfirmasi mencapai 231 ribu dengan jumlah kasus sembuh 32.955 kasus. 

Kelima, Vietnam merupakan salah satu negara yang telah melonggarkan kebijakan pembatasan. Keputusan tersebut diambil setelah tidak ada kasus baru COVID-19 selama enam hari berturut-turut dan tidak ada kasus meninggal. Kasus positif yang terjadi di Vietnam berjumlah 327 kasus dan tidak ada sama sekali meninggal dunia.

Keenam, Malaysia mulai melonggarkan lockdown  untuk kegiatan perekonomian. Namun, usaha yang diizinkan beroperasi kembali harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Pelonggaran ini diambil setelah kasus positif mencapai 7.604 kasus dengan tingkat kesembuhan sebanyak 80,9 persen.

Ketujuh, Belanda membuka lockdown dengan ketat seperti jaga jarak murid-murid diizinkan ke sekolah meski jam pelajaran masih dipangkas.

Institut Kesehatan Masyarakat Belanda menyebutkan tingkat infeksi turun  di bawah 1,0 sehingga kebijakan pelonggaran diambil setelah jumlah kasus positif di Belanda mencapai 45.578 kasus.

Begitu pula Korea Selatan melakukan pelonggaran setelah berhasil menurunkan tingkat infeksi baru secara signifikan hanya 40 orang.

Syarief Hasan mendorong pemerintah agar melakukan pertimbangan matang. Belajarlah dari Negara-negara lain yang sudah melonggarkan pembatasan.

Oleh karena itu, tugas utama Pemerintah harus mampu menekan penularan Covid-19 terlebih dahulu di bawah tingkat infeksi 1,0.

Pemerintah juga harus mempersiapkan segala protokoler agar Covid-19 dapat teratasi meski dilakukan pelonggaran PSBB. Perlu diingat pula bahwa Pemerintah terlambat melakukan PSBB sehingga hasilnya pun tentunya memerlukan waktu bukan dalam waktu yang singkat ini.

“Sekali lagi jangan mengorbankan kesehatan rakyat. Seandainya Pemerintah tetap akan memberlakukan pelonggatan PSBB maka harus ada jaminan bahwa tidak akan terjadi peningkatan korban infeksi baru yang berarti dan korban yang sembuh harus makin meningkat secara signifikant begitu pun yang meninggal makin kecil atau mendekati nol,” kata politikus Partai Demokrat ini.

“Bila ada jaminan bagi rakyat, artinya pemerintah telah bekerja sesuai amanat yang ditetapkan oleh konstitusi UUD 1945,” tegas Syarief Hasan.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler