jpnn.com - JAKARTA – Pasar modal Indonesia berpotensi mengalami volatilitas jelang pemilihan Presiden Amerika Serikat. Namun, situasi pasar modal di tanah air dinilai normal.
Karena itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengembalikan batas bawah penurunan harga saham (auto reject bawah) mulai 1 September nanti.
BACA JUGA: Pengin Punya Mobil? Buruan, Mumpung...
Direktur Pengawasan Transaksi dan Perdagangan BEI Hamdi Hassyarbaini menyatakan, batas bawah auto reject nanti simetris dengan persentase kenaikan harga saham tertinggi.
Sejak Agustus lalu, BEI memang memberlakukan auto reject asimetris dengan memukul rata batas penurunan saham untuk semua harga. Kebijakan itu diterapkan karena kondisi pasar tidak kondusif.
BACA JUGA: Target Rp 1.000 Triliun, Tax Amnesty Baru Rp 9,37 Triliun
Selain itu, ada indikasi pelaku pasar memanfaatkan momen untuk menjungkalkan harga saham ke level bawah. Akibatnya, indeks harga saham gabungan (IHSG) turun cukup dalam ke level 4.100 pada akhir 2015.
Kini situasinya sudah berbeda. IHSG kembali menguat signifikan hingga menyentuh level 5.362,32. ’’Normalnya, memang auto reject itu simetris. (Persentase batas, Red) atas dan bawah sama,’’ jelasnya.
BACA JUGA: PLN Tandatangani Kontrak EPC PLTGU Muara Karang
Ada tiga kelompok harga saham terkait dengan persentase auto reject. Auto reject untuk harga saham Rp 50–Rp 200 sebesar 35 persen. Auto reject untuk harga Rp 200–Rp 5.000 mencapai 25 persen. Auto reject untuk harga saham lebih dari Rp 5.000 dipatok 20 persen.
Dengan normalisasi batasan auto reject bawah, intervensi regulator terhadap mekanisme pasar juga jauh berkurang. ’’Saham banyak, permintaan naik (harga, Red). Saham kurang, permintaan ya turun,’’ terangnya.
Vice President Research and Analysis Valbury Asia Securities Nico Omer Jonckheere menilai, kondisi pasar dalam negeri cukup kondusif. IHSG terangkat berbagai sentimen.
Mulai paket kebijakan ekonomi, amnesti pajak, penurunan pajak penghasilan, proyeksi pertumbuhan ekonomi lima persen, hingga capital inflow. Karena itu, Nico meyakini IHSG akan recovery lebih cepat.
Sebab, harga komoditas bakal kembali membaik, termasuk harga minyak dunia. Sektor itu akan menjadi primadona lagi lantaran pelemahan nilai tukar USD.
Potensi penguatan harga komoditas diprediksi mendorong harga minyak sawit mentah, emas, dan perak. ’’Kalau komoditas naik, biasanya consumer dan sales otomotif juga naik,’’ tandasnya. (gen/c14/noe/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLN Buka 2 Tender Proyek Independent Power Producer
Redaktur : Tim Redaksi