JAKARTA - Mantan narapidana (napi) yang maju menjadi Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) dari Partai Gerindra, Ferry Jualiantono, menilai seharusnya ada pembedaan persyaratan bagi mantan napi untuk menggunakan hak politiknya sebagai warga negara. Menurutnya, napi tindak pidana korupsi, perbuatan kriminal umum dengan mantan napi politik tak boleh disamakan dalam persyaratan menjadi caleg.
"Seharusnya peraturan itu dikecualikan. Sebab tahanan politik (Tapol) tidak melakukan kejahatan. Ia hanya memiliki pemikiran berbeda dengan rezim yang berkuasa, sehingga terpaksa menjalani tahanan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/5).
Ferry menjelaskan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 yang mengatur napi dapat maju sebagai caleg setelah lima tahun menghirup udara bebas sangat merugikan dirinya sebagai mantan napi politik. Sebab, dengan persyaratan itu ia tidak memenuhi syarat untuk nyaleg karena pernah menjadi napi politik.
“Makanya saya menunjuk kuasa hukum untuk mengadvokasi hak saya untuk dapat nyaleg,” ujarnya.
Jika KPU tidak mengecualikan narapidana politik dalam aturannya, menurut Ferry, maka para mantan aktivis yang pernah menjadi narapidana politik karena berseberangan dengan rezim orde baru, tidak memiliki kesempatan maju ke parlemen. Padahal mereka juga ikut berjuang demi kemajuan demokrasi.
Dalam UU No.8/2012 Tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD, seorang tersangka selama masih belum divonis sebagai terpidana masih dibolehkan diajukan oleh Partai Politik sebagai Caleg. Begitu pun seorang mantan narapidana, setelah 5 tahun menjalani hukuman boleh dicalonkan selama tidak mengulangi lagi kejahatan pidana.
"Pertanyaanya apakah tahanan politik yang selalu dikampanyekan rezim orde baru sebagai penjahat atau melakukan tindakan subversif (melawan negara) bisa menjadi caleg?" tanyanya.
Sementara itu, Pengamat Pemilu Ray Rangkuti menyatakan tidak masalah caleg berlatar napol maju menjadi caleg. Karena. masyarakat pemilih sudah cerdas untuk menentukan pilihan.
"Narapidana politik seharusnya tetap diperbolehkan ikut nyaleg. Sebab mereka tidak melakukan tindakan kriminal. Seharusnya KPU membuat aturan dengan definisi yang jelas. Jangan semua dipukul rata,” ujarnya dalam seminar yang digelar Komunitas Jurnaliis Peduli Pemilu. (gir/jpnn)
"Seharusnya peraturan itu dikecualikan. Sebab tahanan politik (Tapol) tidak melakukan kejahatan. Ia hanya memiliki pemikiran berbeda dengan rezim yang berkuasa, sehingga terpaksa menjalani tahanan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (17/5).
Ferry menjelaskan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 yang mengatur napi dapat maju sebagai caleg setelah lima tahun menghirup udara bebas sangat merugikan dirinya sebagai mantan napi politik. Sebab, dengan persyaratan itu ia tidak memenuhi syarat untuk nyaleg karena pernah menjadi napi politik.
“Makanya saya menunjuk kuasa hukum untuk mengadvokasi hak saya untuk dapat nyaleg,” ujarnya.
Jika KPU tidak mengecualikan narapidana politik dalam aturannya, menurut Ferry, maka para mantan aktivis yang pernah menjadi narapidana politik karena berseberangan dengan rezim orde baru, tidak memiliki kesempatan maju ke parlemen. Padahal mereka juga ikut berjuang demi kemajuan demokrasi.
Dalam UU No.8/2012 Tentang Pemilu DPR, DPD, DPRD, seorang tersangka selama masih belum divonis sebagai terpidana masih dibolehkan diajukan oleh Partai Politik sebagai Caleg. Begitu pun seorang mantan narapidana, setelah 5 tahun menjalani hukuman boleh dicalonkan selama tidak mengulangi lagi kejahatan pidana.
"Pertanyaanya apakah tahanan politik yang selalu dikampanyekan rezim orde baru sebagai penjahat atau melakukan tindakan subversif (melawan negara) bisa menjadi caleg?" tanyanya.
Sementara itu, Pengamat Pemilu Ray Rangkuti menyatakan tidak masalah caleg berlatar napol maju menjadi caleg. Karena. masyarakat pemilih sudah cerdas untuk menentukan pilihan.
"Narapidana politik seharusnya tetap diperbolehkan ikut nyaleg. Sebab mereka tidak melakukan tindakan kriminal. Seharusnya KPU membuat aturan dengan definisi yang jelas. Jangan semua dipukul rata,” ujarnya dalam seminar yang digelar Komunitas Jurnaliis Peduli Pemilu. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Itjen Temukan Dugaan Korupsi Rp 700 M di Kemdikbud
Redaktur : Tim Redaksi