jpnn.com, JAKARTA - Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Pesik mengatakan, integrated box office system (IBOS) sekadar metode, bukan produk untuk melakukan pendataan jumlah penonton menjadi lebih detail dan akurat.
Ricky memastikan IBOS tidak akan diterapkan jika mencelakakan bisnis perfilman.
BACA JUGA: Duh, Bekraf Berpotensi Telanjangi Film Indonesia
“Jika mencelakakan, Bekraf akan melupakan metode ini (IBOS). Bila sebaliknya, tugas Bekraf memperjuangkan hadirnya kebijakan tata kelola yang lebih bermanfaat,” kata Ricky.
Karena itu, penerapan IBOS memerlukan payung hukum, yakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
BACA JUGA: Lewat Cara ini BNI Syariah Dukung Ekonomi Kreatif
“Bekraf terus berkoordinasi dengan Kemendikbud. Kepentingan Bekraf untuk ekosistem industri yang lebih baik dengan mengacu pada aspirasi pelaku di industri perfilman,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pengembangan Perfilman Kemendikbud Maman Wijaya mengatakan, pelaku usaha bioskop hanya diwajibkan melaporkan pertunjukan film kepada Kemendikbud.
BACA JUGA: Bekraf Apresiasi Film Salawaku
Hal ini, jelas Maman, sesuai amanat UU Perfilman.
Dalam aturan, Maman melanjutkan, Kemendikbud diwajibkan memberikan laporan perihal jumlah penonton dalam setiap judul film yang diputar di bioskop kepada masyarakat.
“Dalam aturan tidak disebutkan bahwa pelaku usaha diwajibkan membuka data kepada masyarakat, sebab laporan akan disampaikan kementerian,” jelas Maman.
Ketua Badan Perfilman Indonesia Chand Parwez Servia mengatakan, penerapan sistem data secara realtime atau IBOS tak diatur dalam undang-undang.
Karena itu, Parwez khawatir wacana penerapan IBOS justru akan banyak memunculkan persoalan.
"Ini (sistem IBoS) akan lebih banyak mudarat dari manfaatnya. Selama ini saya sebagai produser film selalu mendapatkan data yang dibutuhkan untuk kepentingan film saya," tegasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia