Duh, Bekraf Berpotensi Telanjangi Film Indonesia

Minggu, 19 Maret 2017 – 21:37 WIB
Sebuah film produksi Hollywood saat ditayangkan di sebuah bioskop di Jakarta. Foto/ilustrasi: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Rencana Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menerapkan integrated box office system (IBOS) pada perfilman tanah air dinilai tidak tepat. Sebab, sistem yang merupakan hibah senilai USD 5,5 juta dari Korea Selatan itu terlalu mengintervensi film Indonesia.

Guru Besar Universitas Indonesia Profesor Budyatna mengatakan, mekanisme hibah seharusnya tanpa syarat. Namun, IBOS justru mensyaratkan semua data secara rinci, termasuk informasi detail jadwal penanyangan film sampai jumlah penonton.

BACA JUGA: Nonton Jakarta Undercover, Ahok: Pengen Tahu Aja

’’Itu yang tidak benar. Namanya hibah, di mana-mana tanpa perlu syarat macam-macam,’’ ujarnya.

Kareanya pakar komunikasi itu meminta Bekraf bertindak tegas karena syarat dalam hibah IBOS justru berpotensi mengintervensi kedaulatan bangsa. Budyatna menegaskan, Bekraf sebaiknya tak ragu-ragu menolak IBOS bila polanya memang tak tepat.

BACA JUGA: Kisah Satu Babak Perfilman Indonesia

Budyatna bahkan mementahkan klaim Kepala Bekraf Triawan Munaf tentang IBOS yang sudah berlaku global. Sebab, sistem itu baru berlaku di Korea Selatan saja.

Jadi, industri film Indonesia yang harus buka-bukaan demi sistem IBOS tidaklah tepat. Apalagi, Bekraf sekarang ini kesannya hanya mengurusi subsector perfilman saja. Padahal, badan negara itu dipasrahi 16 subsektor.

BACA JUGA: Lewat Cara ini BNI Syariah Dukung Ekonomi Kreatif

’’Hanya menyorot film dan terkesan mengobok-obok film. Bagaimana dengan subsektor lain, nggak terdengar gaungnya,’’ kata Budyatna. 

Terpisah, anggota Komisi X DPR Sofyan Tan mengatakan, tidak fokusnya Bekraf kepada subsektor lain diduga kuat menjadi penyebab rendahnya daya serap anggaran. Selama ini, Bekraf selalu meminta anggaran dalam jumlah besar.

Nyatanya, daya serap badan pemerintah yang dibentuk berdasar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif itu selalu sangat rendah. Sofyan menegaskan, Bekraf perlu memanfaatkan anggaran yang sudah disetujui DPR.

’’Daya serap anggaran Bekraf sangat kecil. Berarti, yang menjadi persoalan bukan bantuan dari luar, karena uang yang kita berikan tidak digunakan,’’ jelasnya.

Sofyan menambahkan, Bekraf perlu mengoptimalkan anggaran yang diberikan supaya seluruh subsektor yang ditangani bisa berjalan. Termasuk, meningkatkan kreativitas sineas anak bangsa.

’’Bukan sebaliknya, malah menelanjangi industri perfilman di depan bangsa asing melalui sistem IBOS,’’ ucapnya.

Untuk informasi, Bekraf diberi kewenangan mengurusi 16 subsektor ekonomi kreatif. Selain film, animasi dan video, subsektor lain yang juga menjadi tanggung jawab Bekraf adalah aplikasi dan pengembang permainan, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk dan fashion, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, seni rupa, serta televisi dan radio. (dim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gauri Shinde Senang Bekerja Sama dengan 3 Artis Muda


Redaktur & Reporter : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler