jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer mengatakan tragedi Kanjuruhan masih menyimpan duka mendalam bagi sepak bola Indonesia, khususnya bagi para keluarga suporter yang menjadi korban peristiwa nahas 1 Oktober 2022 lalu.
Qodari menyoroti salah satu aspek dalam insiden Kanjuruhan, yaitu kondisi stadion sepak bola yang belum memenuhi standar keamanan Federation Internationale de Football Association (FIFA).
BACA JUGA: Menurut Exco PSSI Yoyok Sukawi, Inilah Bukti Menpora Amali Peduli Sepak Bola Tanah Air
“Saya setuju kasus Kanjuruhan ini membuka tabir kelam kondisi sepak bola Indonesia. Ternyata banyak sekali masalahnya yang harus dibenahi. Contoh nyata yang bisa kita lihat adalah kondisi stadion yang tidak layak standar keamanan FIFA, tetapi dipaksakan untuk dipakai. Ini kan bahaya sekali,” kata Qodari, Kamis (15/12).
Qodari yang juga bagian dari masyarakat pecinta sepak bola tanah air menilai kasus Kanjuruhan ini menjadi potret dari kegagalan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam mengurus salah satu aspek mendasar dalam pertandingan sepak bola, yakni memilih dan menentukan stadion yang aman dan nyaman untuk dipakai.
BACA JUGA: Soal Tragedi Kanjuruhan, Jenderal Andika: Harus Dilaporkan Setiap Hari ke Saya
Atas dasar itu, Qodari menuntut adanya perombakan secara total PSSI agar tragedi yang menewaskan 135 orang itu tidak terulang lagi.
“Memang harus ada perombakan besar-besaran, saya katakan, revolusi PSSI agar pembenahan sepak bola berjalan optimal," ungkapnya.
BACA JUGA: Komnas HAM Dapat Laporan Terbaru dari Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan
Lebih lanjut, Qodari mengatakan langkah untuk melakukan revolusi PSSI harus diawali dengan pembenahan total stadion sepak bola di Indonesia.
Sebab, dia menduga mayoritas infrastruktur stadion di Indonesia masih di bawah standar FIFA.
“Jika banyak stadion yang tidak memenuhi syarat FIFA, misalnya kuno atau stadion lama, solusinya apa? Nah di situ harus ada peran pusat untuk membangun stadion dalam skala besar-besaran,” ujar Qodari.
Agar tragedi Kanjuruhan tidak terulang, menurut Qodari, solusinya adalah merenovasi atau membangun stadion yang aman dan nyaman.
“Jadi, pekerjaan rumah pertama kita di sepak bola itu adalah keselamatan pemain dan penonton. Itu berarti stadion harus memenuhi rasa aman dan nyaman,” kata Qodari.
Kasus Kanjuruhan, kata Qodari, membuktikan kelayakan dari sebuah stadion kurang diperhatikan dengan baik, padahal menyangkut keamanan dan kenyamanan dari jalannya pertandingan.
Qodari mencontohka kabarnya sebagian besar kursi penonton di tribune belum memiliki kursi tunggal atau single seat. Sehingga, jumlah penonton lebih sulit dihitung.
“Keberadaan stadion ini relatif terabaikan, dianggap sambil lalulah, Kanjuruhan juga saya baca, area bukan penonton dijadikan tempat penonton. Jadi, aspek-aspek keselamatan itu tidak boleh dilanggar, tidak bisa dinegosiasi soal keselamatan itu,” tegas Qodari.
Qodari menceritakan pengamalannya ketika berada di Stadion Al Thumama, Doha, salah satu stadion yang digunakan dalam pertandingan antara Maroko kontra Portugal dalam laga perempat final Piala Dunia 2022.
“Pengalaman saya kemarin ke Qatar stadionnya itu indah, bagus, nyaman dan pergerakan penonton itu mengalir. Coba kalau di Indonesia bisa sebagus ini. Tentu tidak harus sebagus stadion piala dunia, tetapi pada dasarnya harus memenuhi syarat aman nyaman,” sambungnya.
Oleh karena itu, Qodari mendorong pemerintah pusat untuk mengambil peran dalam pembangunan stadion sepak bola yang sesuai dengan standar FIFA.
“Pemerintah bisa bekerja sama dengan swasta dalam membangun infrastruktur sepak bola Indonesia, tetapi pemerintah harus pegang peranan besar agar bisa sesuai dengan standar,” kata Qodari.
Qodari mengusulkan agar pemerintah membangun stadion skala besar di tiap ibu kota provinsi. Hal ini bisa memulai dengan mengidentifikasi kondisi stadion yang ada di Indonesia. Apakah perlu renovasi atau membangun stadion yang baru.
“Bisa dihitung berapa jumlah stadion yang ada dan dipastikan standar keamanan dan kenyamanannya. Saya usul agar pemerintah bangun stadion di setiap ibukota provinsi, stadion yang memenuhi standar internasional,” ucapnya.
Menurut Qodari, untuk memenuhi unsur aman dan nyaman dari sebuah stadion harus dilakukan audit terlebih dahulu sebelum dilakukan perbaikan.
“Tentunya itu dimulai dengan audit dulu, diaudit dulu semua stadion di setiap provinsi dan stadion yang besar-besar. Kriteria besar itu nanti silakan ditentukan lah oleh pemerintah dan PSSI,” beber Qodari.
Sebagai landasannya, kata dia, pemerintah dalam menentukan layak atau tidaknya stadion masuk dalam program renovasi pemerintah, tentu harus berdasarkan pada ketentuan FIFA.
“Mesti (stadion) memiliki daya tampung sekian ribu. Nah, itu bisa dianggap besar walau bukan di ibu kota provinsi, layak untuk masuk program renovasi atau pembangunan ulang oleh pemerintah pusat,” pungkas Qodari.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari