jpnn.com, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kebanjiran pengaduan terkait pelaksanaan pembelajaran daring yang harus dijalani para siswa yang daerahnya terdampak virus corona, COVID-19.
Menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, hingga pukul 12.00 wib pada Kamis (19/3), bagian pengaduan online sudah menerima 51 laporan sejumlah siswa dari berbagai daerah.
BACA JUGA: Dari Ruang Isolasi, Bima Arya Sampaikan Pesan Serius untuk Masyarakat
"Mereka mengeluhkan beratnya penugasan dari para guru yang harus dikerjakan dengan deadline sempit. Padahal banyak tugas yang harus dikerjakan segera juga dari guru mata pelajaran yang lain. Anak-anak bilang mereka kelelahan dan tertekan," kata Retno, Jumat (20/3).
Retno menyebutkan, pengaduan berasal dari berbagai daerah dan jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA/SMK.
BACA JUGA: Apakah Bima Arya Akan Dinonaktifkan sebagai Wali Kota? Ini Jawaban Pejabat Kemendagri
Adapun wilayah para pengadu di antaranya dari DKI Jakarta, Bekasi, Cirebon, dan Kuningan (Jawa Barat), Puwokerto dan Tegal (Jawa Tengah), Kediri dan Surabaya (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Pangkal Pinang (Bangka Belitung), Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten), dan lainnya.
Inilah beberapa contoh pengaduan yang masuk ke KPAI.
BACA JUGA: Peringatan Keras dari Menkeu Sri Mulyani, Jangan Coba-coba!
Pertama, pengadu dari Jakarta menceritakan bahwa gurunya memberikan tugas membuat film pendek dengan waktu hanya 2 hari dan harus di-upload dengan minimal mendapatkan 200 like.
Padahal membuat film sampai proses edit tidak mungkin 2 hari, apalagi dengan kondisi guru bidang studi lain juga memberikan berbagai tugas yang bahkan wajib di selesaikan hari itu juga.
Kedua, ada pengadu menceritakan kalau teman-temannya datang ke rumahnya karena tidak memiliki cukup kuota untuk mendengarkan pembelajaran dari gurunya.
“Akhirnya, jadi bertemu banyak orang juga. Padahal niatnya merumahkan anak-anak agar tidak berkontak dengan banyak orang, yang justru terjadi malah terpaksa belajar berkelompok karena masalah kuota dan akses internet,” ujar Retno.
Ketiga, pengadu lain menyampaikan bahwa anaknya sudah berada di depan laptop pukul 06.00 karena ada gurunya yang akan menyampaikan tugas pada jam tersebut. Sementara tugas-tugas lain datang kemudian dan deadline-nya pendek.
“Akibatnya sang anak bahkan tak sempat sarapan dan baru makan jam 13.00 wib. Sang ibu khawatir hal tersebut malah menurunkan imun anaknya gegara lelah dan telat makan.”
Keempat, ada orang tua menyampaikan bahwa anaknya masih SD kelas 3 tetapi setiap hari dapat soal yang harus dikerjakan antara 40-50 soal.
Kelima, seorang siswa kelas VII SMP menyampaikan bahwa pada Selasa (17/3), dia mengerjakan soal dari jam 07.00 pagi hingga pukul 17.00 WIB. Saat dia hitung total yang dia kerjakan mencapai 255 soal.
“Pak/Bu, maaf mengganggu. Saya hanya ingin mengeluh sedikit, semenjak adanya belajar online kami dituntut mengerjakan tugas yang waktu pengumpulannya tidak efektif. Apalagi setelah sekolah saya membagikan rapot dan para guru' memberikan tugas yang cukup banyak 13 pelajaran 13 LKS (Lembar kerja siswa) harus diisi semua dalam 2 minggu, setelah 2 minggu adanya pemberitahuan belajar online itu membuat tugas kita bertambah dan tidak wajar pak/bu. Ini sistemnya lebih parah daripada masuk sekolah, sekolah hanya masuk dari senin-jumat saja kalo ini bisa sampai minggu dan bisa merebut liburan kita,” urai seorang siswa pengadu.
Keenam, ada siswa yang tensinya sampai naik gegara banyak tugas dan harus menggunakan telepon genggam mengerjakannya.
“Pak/bu, saya salah satu siswa dari Kuningan jawa barat, saya anak SMA kls 10 pak/bu tolong ya tugas sekolah yang saya harus kerjakan tidak seperti biasanya, padahal kalo sekolah lebih enak tugasnya, tapi sejak belajar dirumah tugas nya melebihi seperti sekolah, sampai tensi saya naik pak/bu 180/100, padahal usia saya masih 16 tahun , tapi anak seeumuran saya sudah kena darah tinggi,tensi saya naik karena saya menghadap ke telepon genggam terus selama berjama-jam untuk mengerjakan tugas-tugas,” keluh seorang siswa pengadu. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad