jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Profesor Zainuddin Maliki menilai kebijakan siswa belajar di rumah saat pandemi virus corona, berimplikasi luas terhadap interaksi orang tua dan anak.
Salah satunya, mengharuskan ibu dan ayah belajar menjalankan fungsi guru. Tentu saja, pekerjaan tambahan ini memerlukan adaptasi.
BACA JUGA: Bunda-bunda, Ini Saran Psikolog UI seputar Siswa Belajar di Rumah
"Bisa dimaklumi jika pekerjaan barunya itu dirasa sebagai beban, karena selama ini umumnya orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak ke pihak sekolah. Justru saat seperti inilah sejatinya momen yang baik dimanfaatkan untuk membangun kesadaran bahwa pendidikan anak terutama adalah tanggung jawab orang tua," ucap Prof Zainuddin menjawab jpnn.com, Kamis (2/4).
Bahkan, bisa dimaklumi juga jika kebanyakan orang tua tidak memiliki keterampilan pedagogis. Harapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, agar di rumah diajarkan pendidikan yang bermakna dengan memfokuskan kepada pengembangan kecakapan hidup, menjadi tidak mudah pula.
BACA JUGA: Siswa Belajar di Rumah Wilayah Jakarta Diperpanjang Hingga 19 April 2020
Sebab, kata politikus PAN ini, pengembangan kecakapan hidup membutuhkan pendekatan deep learning, yakni belajar secara mendalam.
Tidak hanya membuat siswa tahu, tetapi menjamin mereka bisa mengerjakan, menghayati dan kemudian memanfaatkannya dalam kehidupan bersama.
BACA JUGA: Bapak Ibu Guru, Ini Ada Hal Menarik dari Kemendikbud
"Proses pembelajaran di rumah yang ada sejauh ini umumnya berjalan seadanya. Lazimnya orang tua mendampingi putra-putrinya mengerjakan tugas yang diberikan guru," jelas mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Ironisnya, lanjut dia, banyak guru yang masih berorientasi kepada penuntasan capaian pembelajaran sebagaimana yang diminta isi kurikulum. Lebih sempit lagi dalam rangka mengejar nilai kelulusan.
Padahal sebenarnya belajar di rumah, bisa dijadikan media untuk membangun softskill. Termasuk menumbuhkan semangat kemandirian belajar siswa.
Semangat besar dalam penuntasan capaian yang diminta kurikulum, disertai minimnya kemampuan guru mendesaian pembelajaran daring yang kreatif dan inovatif, menyebabkan pemberian tugas siswa jadi pilihan hampir semua guru.
"Akibatnya mudah ditebak. Siswa lalu menerima beban soal yang harus dikerjakan melebihi kapasitas kerja mental, fisik maupun otaknya," sambung legislator Dapil Jawa Timur X ini.
Prof Zainuddin bahkan menjumpai seorang ibu di desa Padang Bandung, Dukun, sekitar 20 menit dari Kota Gresik.
Di masa pandemi corona ini masih merasa harus buka toko kecilnya. Sambil menunggu konsumen beli pulsa, si ibu yang masih belum mengenakan masker ini membimbing dua anaknya.
"Seorang lagi temannya ikut bergabung. Tanpa hirau keharusan melakukan physical distancing anak-anak itu mengerjakan soal yang sudah diberikan gurunya," ungkap Anggota Badan Legislasi DPR ini.
Demikian juga yang dia jumpai tidak jauh dari toko pulsa tadi. Di rumah baru minimalis, yang di depan pintu gerbang tersedia tempat cuci tangan lengkap dengan sabun pembersih, seorang ibu rumah tangga sedang menjalankan peran sebagai guru. Dia dampingi anaknya yang baru kelas 4 SD mengerjakan soal matematika dan Bahasa Inggris.
Namun, kata Prof Zainuddin, ibu tersebut bisa menunjukkan satu portofolio pengembangan softskills yang cukup menarik.
Guru memberi tugas membuat video kegiatan hari itu yang bisa dijadikan contoh berbuat baik kepada orang tua.
“Dia rekam kegiatannya ketika membantu orang tua mencuci pakaian, menjaga adiknya yang masih balita, merapikan tempat tidur dan membersihkan lantai rumah tinggalnya," tutur politikus kelahiran 7 Juli 1954 itu.
Dari komunikasinya dengan Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 1 Padang Bandung, Dukun Kabupaten Gresik, Zakiyatul Faikhah, diketahui bahwa kegiatan pembelajaran anak di rumahnya masing-masing tidak harus mengacu jadwal pembelajaran di sekolah.
Guru-guru diminta mengatur ritme pembelajaran siswanya. Jangan sampai anak-anak di rumah justru belajar, tanpa memiliki waktu bagi fisik, mental dan otaknya untuk beristirahat.
Apa pun kekurangan dan kelebihan yang dihadapi sekolah, orang tua dan siswa di Gresik ini masih lebih beruntung, kata Prof Zainuddin, tentu berbeda dengan mereka yang tidak mampu mengakses fasilitas teknologi informasi karena faktor ekonomi atau geografis seperti mereka yang ada di daerah tertinggal, terluar dan terdepan.
"Mereka hanya bisa berharap memperoleh edukasi dari saluran teknologi komunikasi yang ada dalam jangkauannya seperti radio atau televisi. Selebihnya benar-benar tergantung kesadaran dan kemauan mereka untuk belajar mandiri di rumah karena darurat pandemi," tandas PNS Kementerian Agama tahun 1981-2014 itu. (fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam