jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Republik Indonesia tak segera menanggapi permohonan maaf resmi Kerajaan Belanda atas tindakan militernya setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945 hingga 1950.
Kementerian Luar Negeri RI mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mempelajari dokumen-dokumen hasil penelitian sejarah tentang peristiwa terkait untuk dapat memaknai dengan benar permintaan maaf yang disampaikan oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
BACA JUGA: Belanda Akui Fakta Memalukan dan Meminta Maaf Sebesar-besarnya kepada Rakyat Indonesia
"Kami tengah mempelajari dokumen tersebut agar bisa memaknai secara utuh statement (pernyataan) yang disampaikan PM Rutte tersebut," kata Jubir Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah dalam pernyataan melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia mengikuti secara saksama publikasi hasil penelitian sejarah "Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan dan Perang di Indonesia 1945-1950".
Studi tersebut dilakukan oleh tiga lembaga peneliti Belanda -- KITLV, NIMH dan NIOD -- serta beberapa peneliti Indonesia.
BACA JUGA: Perdana Menteri Belanda Minta Maaf ke Rakyat Indonesia, Basarah Bilang Begini
Sebelumnya, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte pada Kamis (17/2) meminta maaf kepada Indonesia atas penggunaan kekerasan oleh militer Belanda selama masa Perang Kemerdekaan 1945-1949.
Permintaan maaf itu disampaikan Rutte pada konferensi pers di Brussels, ibu kota Belgia.
BACA JUGA: Penting! Belanda Terbukti Gunakan Kekerasan Ekstrem demi Jegal Kemerdekaan Indonesia
Rutte mengatakan pemerintahnya mengakui seluruh temuan yang dihasilkan sebuah tinjauan sejarah yang sangat penting itu.
Menurut studi tersebut, Belanda melakukan kekerasan secara sistematik, melampaui batas, dan tidak etis dalam upayanya mengambil kembali kendali atas Indonesia, bekas jajahannya, pasca-Perang Dunia II.
"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda," ujar Rutte dalam pernyatan resminya. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil