jpnn.com, AMSTERDAM - Sebuah tinjauan sejarah penting menemukan bahwa militer Belanda terlibat dalam penggunaan kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949.
Temuan yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah Belanda pada saat itu memaklumi aksi brutal tersebut.
BACA JUGA: Belanda Segera Merdeka dari Pembatasan COVID-19
Temuan akademisi dan pakar dari kedua negara itu diterbitkan pada Rabu malam - sehari sebelum dijadwalkan untuk dirilis - setelah kesimpulan utama telaah itu bocor ke sejumlah media berita Belanda.
Bahwa Belanda diketahui telah menggunakan kekerasan berlebihan dalam perang --untuk merebut kembali kekuasaan atas bekas jajahannya pada periode itu-- bukanlah hal yang mengejutkan lebih dari 70 tahun kemudian.
BACA JUGA: Mortir Peninggalan Zaman Penjajahan Belanda Ditemukan di Sungai Batanghari
Laporan tersebut menyebutkan pula bahwa tentara Indonesia juga menggunakan kekerasan yang "intens" ketika mengobarkan perang gerilya dan awalnya membidik kelompok minoritas Indo-Belanda dan Maluku.
Namun, pemerintah Belanda belum pernah melakukan pemeriksaan menyeluruh atau mengakui tanggung jawabnya.
BACA JUGA: Tambang Emas yang Menewaskan 9 Warga Bekas Peninggalan Zaman Belanda
Pada 2013, duta besar Belanda untuk Indonesia merilis permintaan maaf atas tindakan-tindakan eksekusi. Kemudian, selama kunjungannya pada 2020, Raja Willem-Alexander mengungkapkan permintaan maaf yang mengejutkan atas "kekerasan berlebihan" selama perang.
Pada Oktober 2020, pemerintah Belanda mengatakan mereka akan menawarkan kompensasi senilai 5.000 euro (sekitar Rp81,4 juta) kepada warga negara Indonesia yang orang tuanya dieksekusi selama perang. Pada 2013, kompensasi telah diberikan kepada sejumlah janda.
Kedua negara kini menikmati hubungan ekonomi yang kuat, namun perang tersebut masih menjadi topik yang sensitif di kalangan korban dan veteran.
Pada 1969, pemerintah Belanda mengatakan pasukannya telah bertindak secara benar selama perang.
Namun kenyataannya "angkatan bersenjata Belanda menggunakan kekerasan ekstrem secara sering dan terstruktur dalam bentuk eksekusi tanpa proses hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan dalam kondisi tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan penghancuran properti dan pasokan pangan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, serta penangkapan dan penahanan massal secara acak," bunyi laporan itu.
Disebutkan pula bahwa tindakan militer diambil berdasarkan konsultasi dengan pemerintah Belanda, dengan dukungan masyarakat dan media yang tidak kritis –semuanya berakar pada "mentalitas kolonial".
"Jelas bahwa di setiap jenjang, Belanda tanpa ragu menerapkan standar berbeda pada… 'subjek-subjek' kolonial," kata ringkasan tersebut. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil