jpnn.com - JAKARTA - Menkeu Bambang Brodjonegoro selaku bendahara negara menyebut jika pihaknya masih bisa menjaga APBN agar tetap terkendali. Dia mengatakan, pemerintah akan menjaga defisit di bawah tiga persen. Dia meyakini, defisit tidak bakal melebar melebihi 2,7 persen.
"Defisit akan kami jaga di 2,5 persen dan cashflow selalu kami manage. Kita punya cashflow yang bisa memenuhi kebutuhan. Setiap hari ada yang yang masuk, dari pajak dan cukai serta PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),"papar Menkeu Bambang Brodjonegoro di Hotel Harris Sentul, Bogor, kemarin (7/11).
BACA JUGA: Apa Langkah Pemerintah agar APBN tak Jebol? Ini Penjelasan JK
Bambang mengakui shortfall tahun ini bakal melebar. Dia menuturkan total kekurangan penerimaan pajak dan bea cukai mencapai Rp Rp 180 triliun. Dia mengakui, penerimaan pajak tahun ini bakal meleset akibat kondisi ekonomi yang masih melambat.
Diantaranya penerimaan pajak yang turun cukup dalam adalah Pajak Penghasilan (PPh) migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPh impor.
BACA JUGA: Target 20 Juta Wisatawan Asing, Menteri Pariwisata Punya Pasukan Khusus
"Selain itu PNBP yang tadinya kami harapkan bagus (penerimaan), ternyata juga mungkin shortfall karena harga minyak turun. Lalu dari bea cukai itu yang menurun bea masuk,"ujarnya.
Mantan Kepala Plt Badan Kebijakan Fiskal (BKF) tersebut melanjutkan, terkait belanja negara, hingga 5 November lalu, telah mencapai 71 persen, sementara penerimaan baru sebatas 63 persen. Dari besaran belanja tersebut, yang terbesar adalah belanja pegawai yang mencapai 80 persen, sementara belanja bansos sebesar sebesar 75 hingga 76 persen.
BACA JUGA: Kabar Gembira! Jazzercise Hadir di Indonesia
Sedangkan belanja modal, dia mengakui, masih seret. "Belanja modal memang masih di kategori 39-40 persen, kalau belanja barang di atas itu ya,"kata Bambang.
Karena itu, Bambang memprediksi belanja negara paling tidak hanya mencapai 92 sampai 94 persen dari total APBN-P 2015. Pihaknya pun memperhitungkan dengan realisasi belanja sebesar itu, maka terdapat enam persen yang tidak terbelanjakan.
"Nanti ada tambahan defisit Rp 60 triliun. Jumlah itu setara 0,5 persen dari GDP (Gross Domestic Product). Jadi kira-kira (defisit) 2,4 atau 2,5 sekian persen lah. Syukur-syukur bisa di atas itu,"urainya.
Keyakinan Bambang tersebut didukung dengan prediksi defisit daerah yang hanya 0,3 persen. Dia menguraikan, berdasarkan UU APBN, defisit maksimal tiga persen yang terdiri dari defisit daerah dan defisit pusat. Sehingga, maksimal pemerintah pusat maksimal menyumbang defisit 2,7 persen. Namun, dia menekankan, defisit daerah pada umumnya artifisial. Sebab, APBD biasanya justru mengalami surplus.
"Cuma uang di daerah itu biasanya suprlus. Akhir tahun ini 2014, ada dana idle Rp 130 triliun. Padahal, 2011 baru Rp 60-70 triliun. Jadi naik terus (dana menganggur). Perkiraan kami meskipun masih kasar, yang akhir 2015 Rp 150 sampai 180 triliun. Karena daerah tidak kenal konsep SAL (Saldo Anggaran Lebih), tapi SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran). Jadi defisit daerah itu saat ini hanya artificial,"paparnya.
Karena itu, pihaknya sempat keberatan saat pemerintah daerah yang terkena kabut asap, yakni provinsi Riau, mengaku tidak memiliki dana untuk penanganan bencana tersebut. Padahal dana menganggur di provinsi tersebut mencapai Rp 2 triliun.
"Saya yakin Rp 200 miliar aja dikeluarian, akan sangat bermanfaat untuk atasi asap di Riau. Nggak fair kalau daerah minta pusat tangani. Bilangnya nggak punya APBD, tapi uang menganggur Rp 2 triliun,"imbuhnya. (owi/ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Dorong Pengembangan Industri Lampu LED
Redaktur : Tim Redaksi