SAMARINDA- Tak salah dugaan, kalau Pemprov Kaltim hanya mementingkan pegawai negeri sipil (PNS), dibanding membelanjakan anggaran untuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu bisa tergambar dalam dua tahun terakhir.
Belanja tidak langsung di APBD Kaltim menembus nilai mencengangkan; Rp 9 triliun. Belanja pegawai mendapat porsi lebih besar, bahkan cenderung merangkak tiap tahun. Pada 2011, alokasi belanja pegawai mencapai Rp 850 miliar, tahun ini sudah menembus Rp 913 miliar.
Dari draft APBD 2012 menunjukkan, total belanja tidak langsung pada 2012 sebanyak Rp 4,73 triliun. Belanja ini mencakup belanja pegawai, hibah dan bantuan sosial (bansos), bantuan keuangan kabupaten/kota, serta belanja tidak terduga. Tahun lalu, belanja tidak langsung di Kaltim mencapai Rp 5.09 triliun, namun ini telah mencakup APBD murni dan perubahan.
"Tahun ini bisa lebih, karena belum masuk anggaran di perubahan," kata salah seorang staf di Biro Keuangan, Setprov Kaltim.
Sekadar mengingatkan, APBD Kaltim pada 2012 sebesar Rp 10,2 trilliun. Gubernur Awang Faroek menyebut, penerimaan pendapatan dari jumlah itu sebanyak Rp 8,7 triliun. Ia tidak memungkiri, belanja tidak langsung dialokasikan ke beberapa item seperti belanja pegawai, bansos-hibah, dan bantuan keuangan.
Sedangkan belanja langsung direncanakan untuk pengerjaan beberapa proyek fisik dalam skema kontrak tahun jamak maupun tidak. Sebelumnya, sorotan terhadap minimnya alokasi dana untuk kesejahteraan masyarakat di Kaltim datang dari Hefrizal, saksi ahli pemerintah yang memberikan keterangan dalam lanjutan sidang kaji legal (judicial review/JR) UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diajukan Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu (MRKTB), belum lama ini.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang ini merilis data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 yang menyebut, belanja per penduduk di Kaltim yang dikucurkan pemda per bulannya hanya Rp 7,7 juta. Sementara, PNS di Kaltim (kabupaten, kota, provinsi) setiap bulannya rata-rata mendapat penghasilan sampai Rp 10 juta atau setara Rp 120 juta per tahun. Angka ini jauh di atas rata-rata penghasilan PNS di daerah lain di Indonesia.
Papua yang menerima porsi bagi hasil migas sebanyak 70 persen, belanja penduduk per bulannya hanya Rp 9,1 juta. Sedangkan di Aceh, rata-rata PNS-nya menerima gaji Rp 72 juta per tahun.
Ia juga menyoroti manajemen keuangan Kaltim. Sebab, menurut BPK, sisa anggaran lebih (silpa) cenderung meningkat tiap tahun. Untuk tahun 2009 saja angkanya mencapai Rp 9,4 triliun. Bandingkan dengan total belanja Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang hanya Rp 1 triliun. "Dengan kata lain kelebihan anggaran Kaltim jauh melebihi belanja NTT," katanya. (ri/far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tabung Gas Bocor, 12 Luka Bakar
Redaktur : Tim Redaksi