“Kalau dua minggu sebelumnya ada (laporan gangguan penerbangan karena asap). Kalau minggu kemarin, dan hari ini seingat saya tidak ada,” kata Bambang, kepada wartawan, di gedung parlemen, di Jakarta, Rabu (3/10).
Dijelaskan Bambang, masalah kabut asap itu cenderung bersifat situasional. Biasanya, kata dia, kondisi itu terjadi tidak terlalu lama. Kalau pun ada penutupan bandara, Bambang menegaskan, itu biasanya hanya satu jam. Lantas, ketika keadaan sudah dinyatakan normal maka dibuka kembali. “Kalau jarak pandang sudah bagus, dibuka lagi,” ujarnya.
Dijelaskan Bambang, kalau jarak pandang akibat gangguan asap sudah di bawah 800 meter, maka penerbangan harus ditutup atau ditundak. “Idealnya 2000 meter. Tapi, biasanya 2000 meter itu untuk pesawat yang menggunakan terbang instrumen. Tapi, kalau visual jarak pandang itu lima ribu ribu meter,” katanya. “Kalau pesawat komersil itu dua ribu meter,” tegas Bambang.
Ia mengakui, pengaruh kabut asap terhadap penerbangan itu sangat besar. Dia menjelaskan, kalau sampai terjadi penutupan bandara dan penerbangan tertunda atau dibatalkan, tidak hanya mengganggu kota yang mengalami kabut asap juta. “Tapi, mengganggu juga penerbangan ke kota lain. Karena, jadwal itu biasanya terkoneksi ke penerbangan lain,” katanya.
Menurut dia, untuk utilisasi pesawat itu biasanya melayani beberapa rute. “Dengan satu tempat terlambat, maka tempat lain juga berpengaruh,” tuntasnya. Seperti diketahui, beberapa waktu terakhir kabut asap yang diduga akibat pembakaran lahan di musim kemarau kerap terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Dikhawatirkan itu mengganggu lalu lintas penerbangan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MK Anggap Monopoli Lembaga Penyiaran Tak Salahi Konstitusi
Redaktur : Tim Redaksi